Rabu, 30 Maret 2016

Fitnah Kegelapan di Akhir Zaman


Ustadz Abu Fatiah Al Adnani

Salah satu persoalan yang perlu mendapat perhatian serius tentang akhir zaman adalah Fenomena Fitnah Duhaima’ sebagaimana yang dijanjikan oleh Rosululloh saw. Duhaima’ yang bermakna kelam atau gelap gulita merupakan fitnah terbesar yang akan dilalui dalam salah satu fase perjalanan umat Islam. Riwayat yang menyebutkan akan terjadinya fitnah ini adalah sebagaimana yang dikisahkan dari Abdullah bin ‘Umar bahwasanya ia berkata: “Suatu ketika kami duduk-duduk di hadapan Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam memperbincangkan soal berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita mengenainya. Sehingga beliau juga menyebut tentang Fitnah Ahlas. Maka, seseorang bertanya: ‘Apa yang dimaksud dengan fitnah Ahlas ?’ Beliau menjawab :
هِيَ هَرَبٌ وَحَرْبٌ ثُمَّ فِتْنَةُ السَّرَّاءِ دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي وَلَيْسَ مِنِّي وَإِنَّمَا أَوْلِيَائِي الْمُتَّقُونَ ثُمَّ يَصْطَلِحُ النَّاسُ عَلَى رَجُلٍ كَوَرِكٍ عَلَى ضِلَعٍ ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ لَا تَدَعُ أَحَدًا مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلَّا لَطَمَتْهُ لَطْمَةً فَإِذَا قِيلَ انْقَضَتْ تَمَادَتْ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا حَتَّى يَصِيرَ النَّاسُ إِلَى فُسْطَاطَيْنِ فُسْطَاطِ إِيمَانٍ لَا نِفَاقَ فِيهِ وَفُسْطَاطِ نِفَاقٍ لَا إِيمَانَ فِيهِ فَإِذَا كَانَ ذَاكُمْ فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ مِنْ يَوْمِهِ أَوْ مِنْ غَدِهِ
'Yaitu fitnah pelarian dan peperangan. Kemudian Fitnah Sarra’, kotoran atau asapnya berasal dari bawah kaki seseorang dari Ahlubaitku, ia mengaku dariku, padahal bukan dariku, karena sesungguhnya waliku hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia bersepakat pada seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali dihantamnya. Jika dikatakan : 'Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut, di dalamnya seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada sore hari men­jadi kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau besoknya.1

Jika melihat dari teks yang menjelaskan berbagai bentuk fitnah di atas, nampaknya hakikat dan terjadinya fitnah-fitnah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Peristiwa yang satu akan menjadi penyebab munculnya fitnah berikutnya. Sebagaimana tersebut dalam nash di atas, beliau mengungkapkan dengan kalimat ‘tsumma’ yang bermakna kemudian. Ini menunjukkan bahwa fitnah-fitnah tersebut akan terjadi dalam beberapa waktu, yang ketika hampir berakhir atau masih terus terjadi hingga puncaknya, maka dilanjutkan dengan fitnah berikutnya. Kalimat “tsumma” menunjukkan jeda waktu yang tidak pasti, namun menunjukkan makna “tartib” (kejadian yang berurutan).
Fitnah pertama yang beliau sebutkan adalah Fitnah Ahlas. Kata Ahlas merupakan bentuk plural dari kata “hilsun ” atau “halasun”, yaitu alas pelana atau kain di punggung unta yang berada di bawah pelana. Fitnah ini diserupakan dengan alas pelana karena ada persamaan dari sisi terus menerus menempel / terjadi.
Tentang realita fitnah Ahlas ini, sebagian ada yang berpendapat bahwa ia sudah terjadi semenjak zaman para sahabat, dimana Al-Faruq 'Umar bin Khaththab adalah merupakan dinding pembatas antara kaum Muslim­in dengan fitnah ini, sebagaimana yang diterangkan Nabi ShallAllohu 'Alaihi wa Sallam ketika beliau berkata kepada 'Umar: “Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan hancur.”2 Dan sabda Rosul ShallAllohu 'Alaihi wa Sallam ini memang menjadi kenyataan dimana ketika 'Umar baru saja meninggal dunia, hancurlah pintu tersebut dan terbukalah fitnah ini terhadap kaum Muslimin dan ia tidak pernah berhenti sampai sekarang ini.
Adapun Fitnatu Sarra’, makaImam Ali Al Qaari menyatakan yang dimaksud dengan fitnah ini adalah nikmat yang menyenangkan manusia, berupa kesehatan, kekayaan, selamat dari musibah dan
bencana. Fitnah ini disambungkan dengan sarra’ karena terjadinya disebabkan timbul / adanya berbagai kemaksiatan karena kehidupan yang mewah, atau karena kekayaan tersebut menyenangkan musuh. Terjadinya fitnah sarra’ ini diawali oleh seorang yang secara nasab bersambung kepada Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam (Ahlu Bait). Namun perilakunya yang menyebabkan bencana ini menjadikannya tidak bisa dianggap
Beliau juga mengatakan bahwa boleh jadi yang dimaksud “yaz’umu annahu minni” adalah mengklaim bahwa apa yang dikerjakan adalah datang dari Rosululloh saw, meskipun jika dilihat dzahir nashnya adalah benar-benar mengaku secara nasab.
Jika untuk kedua fitnah di atas Rosululloh saw hanya menjelaskan secara singkat, maka untuk Fitnah Duhaima beliau saw memberikan penjelasan yang lebih rinci. Ada beberapa ciri khusus dari fitnah ini yang tidak dimiliki oleh fitnah sebelumnya.
1.       Fitnah ini akan menghantam semua umat islam (lebih khusus lagi pada bangsa Arab). Tidak seorangpun dari warga muslim yang akan terbebas dari fitnah ini. Beliau menggunakan lafadz “lathama” yang bermakna menghantam, atau memukul bagian wajah dengan telapak tangan (menempeleng/menampar). Kalimat ini merupakan gambaran sebuah fitnah yang sangat keras dan ganas.
2.       Fitnah ini akan terus memanjang, dan tidak diketahui oleh manusia kapan ia akan berakhir. Bahkan ketika manusia ada yang berkata bahwa fitnah itu sudah berhenti, yang terjadi justru sebaliknya; ia akan terus memanjang dan sulit diprediksi kapan berhentinya. Inilah maksud ucapan beliau : Jika dikatakan : 'Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut.
3.       Efek dahsyat yang ditimbulkan oleh fitnah ini, yaitu munculnya sekelompok manusia yang di waktu pagi masih memiliki iman, namun di sore hari telah menjadi kafir. Ini merupakan sebuah gambaran tentang kerasnya fitnah tersebut.
4.       Terbelahnya manusia (muslim) dalam dua kelompok/kemah besar. Satu kelompok berada di kemah keimanan dan kelompok lainnya berada di kemah kemunafikan..
Menguak Misteri Fitnah Duhaima’
Untuk lebih jelasnya, mudah-mudahan uraian di bahwa ini bisa menyingkap misteri yang masih menyelimuti fitnah ini.
Rosululloh saw menggambarkan bahwa fitnah ini bersifat menghantam seluruh umat ini (hadzihi ummah). Umat yang dimaksudkan oleh Rosululloh saw dalam hadits tersebut sudah pasti bermakna umat Islam. Namun, apakah ia khusus untuk bangsa Arab (dimana yang diajak bicara oleh Rosululloh saw saat itu adalah para sahabat yang merupakan orang Arab) ataukah berlaku umum untuk seluruh manusia?  Jika melihat keumuman lafadz, maka kedua makna tersebut adalah benar adanya. Fitnah tersebut bisa menimpa kepada setiap muslim baik Arab maupun ‘ajam, sebab dalam nash tentang hadits fitnah Duhaima’ Rosululloh saw tidak menyebut lafadz khusus Bangsa Arab. Lalu, fitnah seperti apa yang pernah menimpa seluruh umat Islam dan terkhusus umat Islam dari bangsa Arab ?
Jika melihat ciri-ciri yang dijelaskan oleh Rosululloh saw dalam riwayat di atas, setidaknya ada dua bentuk fitnah yang paling mendekati gambaran dan tafsiran tentang fitnah Duhaima’ tersebut. Keduanya adalah:
1.    Fitnah demokrasi sekuler liberal yang dipaksakan oleh barat kepada dunia.
Demokrasi sekuler liberal adalah sebuah paham yang didasarkan pada suara terbanyak dari rakyat. Ideologi yang menjadikan keputusan berada di tangan rakyat -tanpa memperhatikan apakah sesuai dengan hukum Islam atau justru bertolakbelakang- jelas merupakan sebuah ideologi kufur yang ditentang oleh para ulama. Tidak sedikit ulama yang telah mengupas akan kekafiran sistem ini, dimana Alloh tidak boleh ‘terlibat’ dalam sebuah keputusan undang-undang. Dan sebagaimana realita yang ada, ideologi ini mulai menjangkiti beberapa negara dengan mayoritas muslim yang sebelumnya menolak untuk dijadikan sebagai landasan bernegara.
2.    Fitnah perang melawan terorisme dan kelompok teroris.
Pasca peristiwa 11 September 2001, tidak ada isu yang lebih panas melebihi wacana tentang perang melawan terorisme. Bangsa barat yang dikomandoi oleh Amerika telah menabuh genderang perang untuk melawan terorisme. Banyak pihak yang meyakini bahwa tujuan pengobaran perang melawan kelompok terorisme adalah perang melawan Islam. Bukti-bukti di lapangan menunjukkan akan hal itu. Bush sendiri menyatakan bahwa perang ini adalah perang salib yang bertujuan untuk menghabisi umat Islam. Klaim bahwa barat hanya bermaksud untuk memburu para pelaku teror adalah kedustaan, sebab dalam realitanya korban terbesar dari perang ini adalah para sipil muslim yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak yang tidak berdosa. Fakta lain yang juga sulit dibantah adalah bahwa jumlah kelompok teroris di seluruh dunia ini lebih dari ratusan kelompok, namun barat hanya mendefinisikan kelompok teroris yang wajib dibasmi adalah mereka yang beragama Islam.
Sebenarnya ada beberapa pendapat lain tentang fitnah duhaima’ ini, namun jika dilihat dari berbagai sudut pandang, dua bentuk fitnah inilah yang paling sesuai dengan keempat ciri yang dijelaskan oleh Rosululloh saw tentang fitnah duhaima’. Untuk lebih jelasnya kami akan memaparkan secara rinci hakikat dari kedua bentuk fitnah ini.
Antara Fitnah Duhaima’ dan Fitnah Demokrasi Sekuler Liberal
Beberapa point berikut akan menjelaskan beberapa korelasi antara fitnah duhaima’ dengan realita fitnah demokrasi:
1.    Fitnah Duhaima’ akan menghantam seluruh umat Islam. Hal yang serupa juga terjadi pada fitnah demokrasi.
Jika melihat pada fase sejarah umat Islam yang merujuk pada hadits tentang periodesasi umat Islam  3, maka pasca runtuhnya Khilafah Turki Utsmani kaum muslimin mulai memasuki periode terburuk dalam sejarahnya. Runtuhnya Daulah Islam telah menyebabkan digantinya sistem khilafah dengan sistem sekuler yang melahirkan para pemimpin diktator. Sejak saat itu, berakhirlah masa kepemimpinan mulkan adhud dan dimulailah periode mulkan jabbar (raja bengis dan diktator). Meski saat itu periode mulkan jabbar hampir merata di seluruh dunia, sebenarnya demokrasi sudah dimulai dari Prancis pada sekitar abad 18. Saat itu ideologi demokrasi dengan pemilu sebagai produk turunannya belum laku dan tidak banyak dilirik banyak manusia. Kejayaan dan kemenangan para pemimpin diktator membuat ideologi demokrasi tidak disukai oleh para diktator. Barulah di abad 20 ideologi itu mulai diterima, bahkan di awal abad 21, negara barat (Amerika) ‘memaksakan’ agar seluruh dunia menggunakan sistem tersebut sebagai ideologi yang harus dipakai oleh setiap negara.
Selanjutnya, dengan desakan-desakan yang semakin memojokkan, mereka lalu memaksa agar negeri-negeri Muslim lainnya menerapkan azas demokrasi ini. Amerika telah mendesak Husni Mubarak, diktator Mesir, guna menyelenggarakan sistem pemilu yang demokratis untuk pertama kalinya. Sebelumnya, Hafez Al-Assad,
diktator Suriah telah terlebih dahulu pergi ke alam baqa. Pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafiq Al-Hariri yang dinisbatkan kepada perintah langsung pemimpin Suriah, Bashar Al-Assad, nampaknya akan menjadi alasan bagi Amerika guna menghapus sepenuhnya sistem totaliter di Suriah. Sementara itu Palestina pun telah menerapkan sistem demokrasi secara penuh setelah kematian Yasser Arafat. Di sisi lain, sekutu Amerika di Eropa telah berhasil menjinakkan Khadafy, diktator Arab belahan barat lainnya. Kemudian, Arab Saudi pun akhirnya bersedia memulai sistem demokrasi secara bertahap dimulai dengan menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota Dewan Kota Riyadh, yang sangat boleh jadi akan membuka jalan bagi runtuhnya Kerajaan Arab Saudi itu sendiri. Terakhir, Kuwait telah bergerak lebih jauh dalam menerapkan sistem demokrasi, sekaligus mengijinkan kaum perempuan mengikuti pemilu.
Hal yang sama terjadi di negeri-negeri Muslim di Asia Tengah bekas wilayah Uni Soviet. Rakyat Kirgistan melakukan revolusi menumbangkan rezim diktator pimpinan Askar Akayev pada Maret 2005 dan melakukan pemilu yang demokratis pada Juli 2005. Sebelumnya, pada Mei 2005 terjadi sebuah tragedi ketika sebuah demonstrasi oleh rakyat Uzbekistan dibantai oleh tentara yang menewaskan lebih kurang 500 orang. Kejadian itu serta merta menimbulkan teriakan di negara-negara Barat, khususnya pemerintah Inggris dan Amerika, agar Uzbekistan segera mendemokratisasi negerinya. Barangkali ini merupakan awal dari proses menuju penumbangan Diktator Islam Karimov yang memimpin negeri itu. Agaknya, revolusi menumbangkan rezim-rezim diktator juga akan segera mengimbas ke negara-negara Muslim tetangganya seperti Kazakhastan dan Tajikistan. Kemudian pada 18 September 2005 Afganistan menyelenggarakan Pemilu. Demikian pula di Azerbaijan, terjadi demo menuntut pengulangan pemilu yang dinilai curang oleh pihak oposisi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa paham kufur ini telah melanda seluruh dunia Islam. Metode penerapannya di negeri-negeri itu dipaksakan oleh barat dengan cara-cara yang amat kasar. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa fitnah demokrasi ini benar-benar telah menampar umat Islam dengan tamparan yang keras, dimana mereka yang menghendaki tegaknya syari’at Islam akan menghadapi tuduhan-tuduhan jahat dan julukan-julukan yang menyakitkan.
2.    Fitnah Duhaima’ tidak diketahui kapan masa berakhirnya. Demikian pula dengan fitnah demokrasi.
Wacana tentang kemunculan Al-Mahdi yang sudah semakin dekat banyak dikaitkan dengan beragam gejala dan fenomena yang ada saat ini. Bagi sebagian peneliti yang meyakini bahwa Al-Mahdi adalah seorang Khalifah yang muncul setelah berakhirnya periode mulkan jabbar, maka keberadaan sistem demokrasi yang telah menggusur sistem mulkan jabbar justru menjadi satu pertanyaan tersendiri. Kemunculan ideologi demokrasi yang menggusur dan menumbangkan ideologi diktator dianggap menjadi tanda dekatnya masa yang dijanjikan oleh Rosululloh saw tentang kemunculan khilafah rasyidah (Al-Mahdi) itu sendiri. Dengan kata lain, kemunculan periode demokrasi liberal merupakan pengantar untuk datangnya masa khilafah rasyidah.
Sebagaimana tanda-tanda kiamat lainnya (yang semuanya kebanyakan merupakan perkara-perkara ghaib), demikian pula dengan kemunculan Imam Mahdi yang merupakan salah satu tanda kiamat. Ahlus Sunnnah meyakini bahwa kemunculan Imam Mahdi dengan khilafah rasyidahnya merupakan masalah ghaib yang tidak seorangpun bisa memastikan kapan kemunculannya secara detil. Dengan demikian, keberadaan fitnah demokrasi yang menggantikan periode mulkan jabbar adalah sebuah masa yang tidak seorangpun mengetahui masa berakhirnya. Meski sudah banyak kalangan yang membuat analisa dan perkiraan tentang kemunculan Al-Mahdi (dan sebagian besar tidak terbukti), nyatanya hingga kini Al-Mahdi belum juga muncul. Pertanyaan tentang kapankah Al-Mahdi akan muncul tidak jauh berbeda dengan pertanyaan ’kapankah masa keemasan demokrasi liberal ini akan berakhir?’. Sebab, sebagaimana analogi di atas, dengan berakhirnya masa keemasan demokrasi –dan demi Alloh!, demokrasi ini pasti akan tumbang- maka akan dimulailah periode khilafah rasyidah.
3.    Fitnah Duhaima’ akan menimbulkan efek munculnya orang-orang yang beriman di pagi hari dan kufur di sore atau sebaliknya. Yang terjadi pada fitnah demokrasi juga sebagaimana yang terjadi pada fitnah duhaima’.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa demokrasi merupakan ideologi kufur yang tidak menghendaki campur tangan Alloh dalam urusan manusia dengan dunianya. Keengganan sekelompok masyarakat untuk menjadikan hukum Alloh sebagai aturan hidup dan menjadikan pendapat mayoritas sebagai acuan dalam mengambil setiap aturan hidup merupakan bentuk kesyirikan nyata. Dengan demikian, besar kemungkinan semua pihak yang turut mengambil bagian dalam tegaknya sistem demokrasi ala barat ini akan terjerumus dalam lubang kekafiran. Dan realita seperti inilah yang kebanyakan tidak disadari oleh banyak manusia. Wal iyadz billah.
4.    Fitnah duhaima’ akan membelah manusia menjadi dua kelompok besar; kelompok mukmin yang tidak tercampur dengan kemunafikan dan kelompok munafik yang tidak memiliki keimanan. Hal yang serupa juga bisa terjadi pada fitnah Demokrasi.
Satu hal yang juga lazim terjadi dalam sistem demokrasi adalah pemilu, dimana seorang pemimpin –-yang kelak membuat / mengesahkan undang-undang kufur- dipilih berdasarkan suara mayoritas. Dalam hal ini, setiap rakyat baik yang setuju atau tidak setuju dengan pemimpin yang terpilih, secara konstitusi harus menerima pemimpin tersebut dan menaati putusannya. Semakin melengkapi rusaknya sistem ini adalah bahwa secara mayoritas pemimpin yang terpilih adalah mereka yang paling jauh dari Alloh dan Rosul-Nya, dimana hukum yang akan ditegakkan oleh pemimpin tersebut bukanlah Al-Qur’an dan Sunnah. Pemimpin semacam ini sudah bisa dipastikan lebih dekat kepada kekufuran daripada keimanan, sedang menaati mereka bisa menjerumuskan pada kemunafikan.
Dalam hal ini, kemunculan Imam Mahdi di akhir zaman sudah dipastikan akan memerangi agama demokrasi dan menegakkan seluruh syari’at Islam tanpa kompromi. Maka sangat tepat jika kita katakan bahwa mereka yang menerima kepemimpinan Imam Mahdi secara total dipastikan akan turut memerangi ideologi demokrasi yang telah menghina Alloh dan menyekutukan-Nya. Kelompok yang bergabung dengan Al-Mahdi akan memerangi para konseptornya, pengusungnya, orang-orang yang dipilihnya, termasuk para pemilihnya. Mereka yang memerangi ideologi setan itulah mukmin sejati, sedang mereka yang merasa berat meninggalkan ideologi kufur ini pastilah seorang munafik. Wallohu a'lam bish showab.    
Antara Fitnah Duhaima’ dan Fitnah Perang Melawan Terorisme
Selanjutnya beberapa point berikut akan menjelaskan beberapa korelasi antara fitnah duhaima’ dengan realita fitnah perang melawan terorisme:
1.    Fitnah Duhaima’ akan menghantam seluruh umat Islam. Hal yang serupa juga terjadi pada fitnah perang melawan terorisme.
Pasca peristiwa runtuhnya WTC, Amerika dengan dibantu negara-negara barat langsung menyatakan perang terhadap terorisme. Untuk lebih mengefektifkan hasil dari perang ini, Amerika menekan seluruh negara dunia untuk turun mengambil bagian dalam perang ini. Pada kenyataannya, perang ini lebih ditujukan untuk menghabisi Islam dan kaum muslimin, hal itu terbukti dari jumlah korban yang ditimbulkan akibat perang ini lebih banyak menimpa kepada sipil dan rakyat yang tak berdosa ketimbang memburu orang-orang yang tertuduh sebagai teroris. Atas kejadian ini, dunia Islam merasakan musibah yang belum pernah dialami sebelumnya.
Hal yang lebih mengerikan adalah bahwa Bush langsung mengambil tindakan kalap lainnya; Bush tidak mengizinkan manusia manapun di dunia ini (terkhusus dunia Islam) untuk bersikap netral. Salah satu jargon dalam perang ini adalah; BERSAMA KAMI ATAU BERSAMA TERORIS! Terhadap beberapa negara yang menolak untuk bekerjasama, pemerintahan Bush memberikan opsi yang sangat pahit; LAWAN KAMI ATAU BERGABUNG BERSAMA KAMI!.
Demikianlah realita yang terjadi dalam perjalanan perang melawan terorisme ini. Seluruh dunia Islam berkabung. Tidak ada lagi untuk menyatakan kebebasan berpendapat dan HAM kecuali sesuai dengan restu Amerika, dan tidak ada lagi ruang netral untuk memilih sikap.
Dalam hal ini, korelasi antara fitnah duhaima’ dan fitnah terorisme yang dilihat dari sudut pandang meratanya fitnah ini kepada seluruh dunia Islam -terlebih negara-negara Arab- bukanlah hal yang samar. Tidak satupun negara berpenduduk Islam kecuali harus mengambil opsi ini. Mereka yang berani menolak secara terang-terangan dapat dipastikan akan berhadapan dengan Amerika. Maka secara realita, fitnah terorisme ini telah menghantam kaum muslimin, baik mereka yang dianggap teroris maupun bukan. Sebab, dalam praktiknya perang melawan teroris ini hanyalah sekedar kedok bagi Amerika dan Barat untuk bisa melampiaskan dendam mereka terhadap kaum muslimin dengan dukungan seluruh penduduk dunia. Amerika telah memiliki standar baku untuk definisi muslim yang boleh hidup dan muslim yang harus dimusnahkan. Dan setiap pembaca akan mengerti; siapakah muslim yang diperkenankan untuk tetap bernafas oleh Amerika, dan siapa pula umat Islam yang harus dimusnahkan.
2.    Fitnah Duhaima’ tidak diketahui kapan masa berakhirnya. Demikian pula dengan fitnah perang melawan terorisme.
Sebagian pemikir dunia telah memprediksi bahwa peristiwa 11 September 2001 yang meruntuhkan gedung kembar di New York akan merubah jarum sejarah. Dan realita yang kita saksikan hingga detik menunjukkan kebenaran statement tersebut.
Maka, jika benar bahwa fitnah perang melawan anti terorisme ini merupakan bagian dari fitnah Duhaima’, besar kemungkinan fitnah ini akan menggulung manusia (kaum muslimin) dalam jangka waktu yang sangat panjang. Perang ini akan terus berlangsung selama batas waktu yang tidak bisa diprediksi. Sebagaimana yang juga dikatakan oleh George W. Bush sendiri dalam salah satu pidatonya pasca serangan 11 September, bahwa perang melawan terorisme ini akan terus berlangsung dan memakan waktu yang sangat panjang, yang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir. Wal iyadzu billah, wa la Haula wa la Quwwata illa billah.
3.    Fitnah Duhaima’ akan menimbulkan efek munculnya orang-orang yang beriman di pagi hari dan kufur di sore atau sebaliknya. Yang terjadi pada fitnah perang melawan terorisme juga sebagaimana yang terjadi pada fitnah duhaima’.
Secara dzahir, kita bisa melihat bahwa fitnah perang melawan terorisme ini telah menyebabkan munculnya sekelompok manusia yang
dengan sangat mudah menggadaikan keimanan mereka. Hal ini bisa kita saksikan pada kondisi kaum muslimin di berbagai belahan dunia. Amerika telah memaksa setiap negara untuk bergabung bersamanya dalam memerangi umat Islam di Afghanistan dan Iraq, dan mereka yang menolak permintaan ini akan mendapatkan sanksi yang tidak kecil. Sebagian negeri ada langsung mendapat ancaman embargo ekonomi juga senjata, bahkan boikot internasional juga dijatuhkan atas negeri-negeri yang membangkang untuk tunduk kepada Amerika. Sebagian lain mendapat ancaman akan diserang langsung jika tidak tunduk kepada keinginan Amerika. Negeri-negeri itu –karena berangkat untuk mencari wajah Amerika atau karena rasa takutnya yang berlebihan- telah membuat mereka menuruti apapun yang diinginkan oleh Amerika. Mereka berikan apapun yang diinginkan, baik moril maupun materi. Dengan demikian, ketundukan para pemimpin negara –yang tentunya disetujui oleh anggota dewannya- untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada Amerika baik dalam bentuk moril maupun materi, dalam rangka memerangi umat islam yang ada di Afghanistan, Iraq maupun Palestina dan negeri-negeri Islam lainnya; termasuk perkara perkara yang membatalkan keislaman seseorang. 4
Bagaimana seorang muslim divonis kafir dalam kasus Fitnah Duhaima’ ini? Jika asumsi fitnah perang terhadap terorisme ini benar-benar merupakan fitnah Duhaima’, maka yang paling tampak darinya adalah sikap “tawalli” dan mudzaharah”, yaitu memberikan loyalitas dan memberikan bantuan kepada orang-orang kafir dalam memerangi kaum muslimin. Bentuknya sangat beragam, mulai dari dukungan untuk memerangi kaum muslimin, bergabung sebagai tentara sekutu, ikut ambil bagian dalam penangkapan-penangkapan terhadap para mujahidin dengan tuduhan bahwa mereka adalah teroris maupun sekedar memberikan informasi kepada para thaghut tentang keberadaan mereka, atau sekedar kesanggupan untuk memberikan dukungan moril dan tidak mengecam mereka. Kesimpulannya, bahwa bekerjasama dengan Amerika dalam memerangi umat Islam di belahan bumi manapun, dengan cara apapun, baik sekedar lisan maupun moral dan materi, maka itu semua merupakan salah satu dari yang membatalkan keislaman seseorang. Dalam skala luas yang dilakukan oleh sebuah negara, maka bentuk tawalli dan mudzaharah ini bisa dalam bentuk menyediakan fasilitas dan tempat yang memudahkan bagi para thaghut Amerika dalam memerangi negeri-negeri Islam. Adapun alasan bahwa mereka terpaksa, maka alasan ini adalah tertolak dan tidak akan mendapatkan udzur di sisi Alloh.
4.    Fitnah duhaima’ akan membelah manusia menjadi dua kelompok besar; kelompok mukmin yang tidak tercampur dengan kemunafikan dan kelompok munafik yang  keimanan. Hal yang serupa juga bisa terjadi pada fitnah perang melawan terorisme.
Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini, maka realita yang ada menunjukkan bahwa apa yang saat ini terjadi merupakan jawaban dari apa yang dijanjikan oleh Rosululloh saw tentang fitnah duhaima’. Kami menduga –dan hakikat yang sesungguhnya kita serahkan kepada Alloh– bahwa peristiwa fitnah Terorisme adalah hakikat dari fitnah Duhaima’ atau setidaknya merupakan bagian dari Fitnah Duhaima’ itu sendiri. Perang anti terorisme yang dikampanyekan oleh Amerika dan sekutunya terus berlangsung hingga kini. Dan, sebagaimana realita yang terjadi, fitnah perang anti terorisme ini telah membelah manusia dalam dua kelompok ; kelompok mukmin sejati yang tanpa sedikit pun dicemari oleh kemunafikan, dan kelompok munafik yang tidak memiliki keimanan.5 Kelompok mukmin sejati adalah mereka yang bersama para mujahidin, membelanya dan memberikan dukungan secara moril dan materi. Sedangkan kelompok munafik adalah umat islam yang memberikan bantuan dan pembelaan kepada para thaghut kuffar dalam memerangi kaum muslimin.
Dengan demikian, wajib bagi setiap mukmin untuk waspada dengan berbagai isu yang menyudutkan kaum muslimin. Sangat mungkin bagi mereka yang tidak menyadarinya akan masuk dalam perangkap yang dibuat oleh musuh-musuh islam. Sesungguhnya efek fitnah Dauhaima’ ini akan memaksa setiap orang untuk memilih salah satu dari dua kubu; kubu keimanan yang tidak tercampuri dengan kemunafikan dan kubu kenifakan yang tidak terdapat keimanan sedikitpun di dalamnya. Kedua pilihan ini memiliki konsekwensi yang sangat berat, sebab kedua kubu tersebut memiliki sifat yang diametral dan akan terus bertarung hingga datangnya kiamat.
WAllohu A'lam bish shawab, untuk sementara pendapat tentang fitnah Duhaima’ yang bermakna ideologi demokrasi sekuler liberal dan perang melawan umat Islam atas nama pemberantasan terorisme barangkali merupakan pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran dari pada fitnah lainnya. Dan sesungguhnya, pemaksaan ideologi demokrasi sekuler liberal sebenarnya juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan fitnah terorisme ini. Karena pemaksaan demokrasi sekuler liberal dengan sendirinya merupakan perang terhadap konsep khilafah dan kewajiban kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah yang hari ini menjadi cita-cita kelompok yang tertuduh sebagai teroris itu. WAllohu A'lam bish shawab.

[1]. HR. Abu Dawud, bab Dzikrul Fitan wa Daliluha, XII/ 354.S
2. HR. Bukhari no. 6567 dan Muslim no. 5150 dari Hudzaifah bin Al-Yaman.
3. Rosululloh saw. bersabda: “Masa kenabian akan berlangsung di tengah kalian selama masa yang dikehendaki Alloh. Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekhilafahan yang sesuai dengan jalan yang dicontohkan oleh Nabi (minhajin nubuwwah), selama masa yang dikehendaki oleh Alloh. Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekuasaan para raja yang menggigit, selama masa yang dikehendaki oleh Alloh.  Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekuasaan para raja yang memaksa (diktator), selama masa yang dikehendaki oleh Alloh. Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekhilafahan yang sesuai dengan jalan yang dicontohkan oleh Nabi.” Nabi kemudian diam. HR. Ahmad no. 17680 dan Ath-Thayalisi no. 433. Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid 5/189 berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzar dan At-Thabrani sebagiannya dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, dan para perawinya adalah tsiqah.” Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 5. 
4. Bagi pembaca yang ingin mengetahui masalah ini silakan merujuk kepada tulisan syaikh Nashr bin Hamd Al Fahd dalam kitab beliau yang berjudul “At Tibyan fie Kufri Man A’ana Amrikan” (Penjelasan tentang Kafirnya Orang yang Membantu Amerika).
5. Mengutip apa yang dikatakan oleh presiden George W. Bush dalam kampanye perang anti terorisnya, ia telah membagi manusia di seluruh dunia menjadi dua kelompok ; teroris dan anti teroris ; bersama kami atau bersama teroris. Juga apa yang dinyatakan oleh Syaikh Usamah bin Ladin pasca serangan WTC, beliau mengatakan bahwa perang ini akan membelah manusia menjadi dua kelompok besar; kelompok iman yang tidak ada kenifakan di dalamnya dan kelompok nifak yang tidak memiliki keimanan. (Lihat : Nasihat dan Wasiat kepada Umat Islam – Granada dan “Bukan, tapi perang terhadap Islam” oleh Muhammad Abbas – WIP)
sumber:http://alfitan.tumblr.com

Jumat, 04 Maret 2016

Silaunya Kilatan Pedang (sepetik kisah dari Perang Uhud)


Para pembaca, semoga Allah Subhaanallaahu wa Ta’aala senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua, salah satu potret realita yang terkandung dalam rahim sejarah Islam. Peristiwa monumental yang tidak akan pernah terlupakan dalam benak muslim sejati. Peristiwa yang menggambarkan pertentangan dua sisi yang berlawanan. Pertarungan antara kebenaran melawan kebatilan. Manusia beradab melawan manusia biadab. Manusia mulia melawan manusia tercela. Kaum muslimin yang cinta kedamaian berseteru dengan kaum kafir yang suka kekacauan. Sebuah tragedi memilukan hati yang terkandung pelajaran penting dan berharga bagi muslim sejati terhadap petuah dan perintah (sunnah-sunnah) Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Sebuah insiden berdarah kontak senjata antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Quraisy yang terjadi pada bulan Syawwal tahun ketiga Hijriyah, peristiwa tersebut dikenal dengan Perang Uhud. Berikut petikan ringkas kisahnya:
Latar belakang pertempuran
Mendung kesedihan masih saja menyelimuti kota Makkah. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa Musyrikin Quraisy tak mampu menyembunyikan duka lara mendalam perihal kekalahan telak mereka pada perang Badar tahun kedua Hijriyah, hati mereka tersayat pilu tak terkira. Berita kalahnya pasukan Quraisy terasa begitu cepat menyebar keseluruh penjuru kota Makkah, bak awan bergerak menutupi celah celah langit yang kosong di musim penghujan. Berita duka itu serasa gempa bumi menggoncang batok kepala orang-orang musyrik. Namun sangat disayangkan, kekalahan telak kaum paganis Quraisy pada perang itu tak mampu merubah sikap bengis mereka terhadap kaum muslimin. Dendam kesumat nan membara tertancap kokoh dalam hati mereka, tewasnya tokoh-tokoh Quraisy berstrata sosial tinggi pada peristiwa nahas itu semakin menambah kental kebencian Quraisy terhadap kaum muslimin.
Persiapan pasukan Quraisy
Tokoh-tokoh Quraisy seperti Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb –sebelum mereka masuk Islam– bangkit sebagai pelopor-pelopor yang sangat getol mengobarkan api balas dendam terhadap Islam dan pemeluknya. Para orator ulung bangsa Arab tersebut menempuh langkah-langkah jitu untuk memuluskan program balas dendam tersebut, mula-mula mereka melarang warga Makkah meratapi kematian korban tewas perang Badar kemudian menunda pembayaran tebusan kepada pihak muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih tersisa di Madinah. Mereka sibuk menggalang dana untuk menyongsong aksi balas dendam, mereka datang kepada para pemilik kafilah dagang Quraisy yang merupakan pemicu utama terjadinya perang Badar, seraya menyeru: ”Wahai orang-orang Quraisy! Sungguh Muhammad telah menganiaya kalian serta membunuh tokoh-tokoh kalian! Maka bantulah kami dengan harta kalian untuk membalasnya! Mudah-mudahan kami bisa menuntut balas terhadap mereka.”
Rencana tersebut mendapat respon hangat dari masyarakat Quraisy, kontan dalam waktu yang sangat singkat terkumpul dana perang yang cukup banyak berupa 1000 onta dan 50.000 keping mata uang emas. Sebagaimana yang Allah Subhaanallaahu wa Ta’aala lansir pada ayat ketigapuluh enam dari surat Al-Anfal:
Sesungguhnya orang-orang kafir itu mereka menginfakkan harta mereka untuk menghalangi manusia dari jalan Allah…
Hari demi hari tampak upaya mereka mendapat hasil signifikan. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu satu tahun saja mereka mampu menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang setahun lalu (perang Badar) ditambah fasilitas persenjataan yang memadai terdiri dari 3000 onta, 200 kuda dan 700 baju besi, jumlah total pasukan tidak kurang dari 3000 prajurit ditambah lima belas wanita bertugas mengobarkan semangat tempur dan menghalau pasukan lari mundur kebelakang.
Bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan Quraisy adalah Abu Sufyan bin Harb, adapun pasukan berkuda dibawah komando Khalid bin Al Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal, sementara panji- panji perang dipegang para ahli perang dari Kabilah Bani Abdud Dar, dan barisan wanita dibawah koordinasi Hindun bintu ’Utbah istri Abu Sufyan. Terasa lengkap dan cukup memadai persiapan Quraisy dalam periode putaran perang kali ini, arak-arakan pasukan besar sarat anarkisme dan angkara murka kini tengah merangsek menuju Madinah menyandang misi balas dendam dan melampiaskan nafsu setan-setan jahat.
Sampainya kabar kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
Beliau menerima surat rahasia dari Al Abbas bin Abdul Mutthalib paman beliau yang masih bermukim di Makkah. Kala itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berada di Quba, Ubay bin Ka’ab diminta untuk membaca surat tersebut dan merahasiakan isinya. Beliau bergegas menuju Madinah mengadakan persiapan militer menyongsong kedatangan ’tamu tak diharapkan itu’.
Bak angin berhembus, berita pergerakan pasukan kafir Quraisy menyebar keseluruh penjuru Madinah, tak ayal kondisi kota itu kontan tegang mendadak, penduduk kota siaga satu, setiap laki-laki tidak lepas dari senjatanya walau dalam kondisi shalat. Sampai-sampai mereka bermalam di depan pintu rumah dalam keadaan merangkul senjata.
Majelis musyawarah militer
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpulkan para sahabatnya sembari bersabda: ”Demi Allah sungguh aku telah melihat pertanda baik, aku melihat seekor sapi yang disembelih, pedangku tumpul, dan aku masukkan tanganku didalam baju besi, aku ta’wilkan sapi dengan gugurnya sekelompok orang dari sahabatku, tumpulnya pedangku dengan gugurnya salah satu anggota keluargaku sementara baju besi dengan Madinah”.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berpendapat agar tetap bertahan di dalam kota Madinah dan meladeni tantangan mereka di mulut-mulut lorong kota Madinah. Pendapat ini disetujui oleh gembong munafik Abdullah bin Ubay bin Salul, musuh Allah ini memilih pendapat ini bukan atas pertimbangan strategi militer melainkan agar dirinya bisa dengan mudah kabur dari pertempuran tanpa mencolok pandangan manusia. Adapun mayoritas para sahabat, mereka cenderung memilih menyambut tantangan Quraiys di luar Madinah dengan alasan banyak diantara mereka tidak sempat ambil bagian dalam perang Badar, kali ini mereka tidak ingin ketinggalan untuk ’menanam saham’ pada puncak amalan tertinggi dalam Islam. Hamzah bin Abdul Mutthalib sangat mendukung pendapat ini seraya berkata: ”Demi Dzat Yang menurunkan Al Qur’an kepadamu, sungguh Aku tidak akan makan sampai Aku mencincang mereka dengan pedangku di luar Madinah”
Dengan mempertimbangkan berbagai usulan para sahabat akhirnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memutuskan untuk menjawab tantangan Quraisy di medan terbuka luar kota Madinah. Dan meninggalkan selera Abdullah bin Ubay.
Hari itu Jum’at tanggal 6 Syawwal 3 H beliau memberi wasiat kepada para sahabat agar bersemangat penuh kesungguhan dan bahwasannya Allah akan memberi pertolongan atas kesabaran mereka. Lalu mereka shalat Ashar dan Beliau beranjak masuk kedalam rumah bersama Abu Bakar dan Umar bin Al Khathab, saat itu beliau mengenakan baju besi dan mempersiapkan persenjataan.
Para sahabat menyesal dengan sikap mereka yang terkesan memaksa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk keluar dari Madinah, tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam keluar mereka berkata: ”Wahai Rasulullah, kami tidak bermaksud menyelisihi pendapatmu, putuskanlah sekehendakmu! Jika engkau lebih suka bertahan di Madinah maka lakukanlah!” Beliau menjawab: ”Tidak pantas bagi seorang nabi menanggalkan baju perang yang telah dipakainya sebelum Allah memberi keputusan antara dia dengan musuhnya.”

Kondisi umum pasukan Islam
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam membagi pasukan Islam menjadi tiga batalyon: Batalyon Muhajirin dibawah komando Mush’ab bin Umair, Batalyon Aus dikomando oleh Usaid bin Hudhair dan Batalyon Khazraj dipimpin oleh Khabbab bin Al Mundzir . Jumlah total pasukan Islam hanya 1000 orang, dengan perlengkapan fasilitas serba minim berupa 100 baju besi dan 50 ekor kuda (dikisahkan dalam sebuah riwayat: tanpa adanya kuda sama sekali) dalam perang ini. Wallahu a’lam
Sesampainya pasukan Islam disebuah tempat yang dikenal dengan Asy Syaikhan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menyeleksi beberapa para sahabat yang masih sangat dini usia mereka diantaranya Abdullah bin Umar bin Al Khathab, Usamah bin Zaid, Zaid bin Tsabit, Abu Said Al Khudry dan beberapa sahabat muda lainnya, tak urung kesedihan pun tampak di wajah mereka dengan terpaksa mereka harus kembali ke Madinah.
Orang-orang munafikin melakukan penggembosan
Berdalih karena pendapatnya ditolak oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul melakukan aksi penggembosan dalam tubuh pasukan Islam. Musuh Allah ini berhasil memprovokasi hampir sepertiga jumlah total pasukan, tidak kurang dari 300 orang kabur meninggalkan front jihad fisabilillah. ’Manusia bermuka dua’ ini memang sengaja melakukan aksi penggembosan ditengah perjalanan agar tercipta kerisauan di hati pasukan Islam sekaligus menyedot sebanyak mungkin kekuatan muslimin.

Strategi militer Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan tugas pasukan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sang ahli strategi militer mengatur barisan pasukan dan membagi tugas serta misi mereka. Beliau menempatkan 50 pemanah di bukit Ainan bertugas sebagai sniper-sniper dibawah komando Abdullah bin Jubair bin Nu’man Al Anshary, Beliau memberi intruksi militer seraya bersabda:Gempurlah mereka dengan panah-panah kalian! Jangan tinggalkan posisi kalian dalam kondisi apapun! Lindungi punggung-punggung kami dengan panah-panah kalian! Jangan bantu kami sekalipun kami terbunuh! Dan jangan bergabung bersama kami sekalipun kami mendapat rampasan perang!. Dalam riwayat Bukhari: jangan tinggalkan posisi kalian sekalipun kalian melihat burung-burung telah menyambar kami sampai datang utusanku kepada kalian!
Sesampainya di Uhud kedua pasukan saling mendekat, panglima kafir Quraisy Abu Sufyan berupaya memecah persatuan pasukan Islam, dia berkata kepada kaum Anshar: ”Biarkan urusan kami dengan anak-anak paman kami (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan kaum Muhajirin)! Maka kami tidak akan mengusik kalian, kami tidak ada kepentingan memerangi kalian!”
Akan tetapi, upaya Abu Sufyan tidak menuai hasil karena kokohnya keimanan kaum Anshar. Justru sebaliknya, mereka membalasnya dengan ucapan yang amat pedas yang membuat panas telinga orang yang mendengarnya.
Awal mula pertempuran
Thalhah bin Abi Thalhah Al Abdary pengampu panji perang kafir Quraisy seorang yang dikenal sangat mahir dan pemberani maju menantang mubarazah (duel), secepat kilat Zubair Ibnul Awwam menerkam dan membantingnya kemudian menggorok lehernya, Thalhah tak berdaya melepas nafas terakhirnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bertakbir dan bertakbirlah kaum muslimin. Bangkitlah Abu Syaibah Utsman bin Abi Thalhah mengibarkan kembali panji tersebut, dengan penuh kesombongan menantang duel, secepat kilat pula Hamzah bin Abdul Mutthalib menghantam pundaknya dengan sabetan pedang yang sangat kuat hingga menembus pusarnya tak ayal tangan dan pundaknya terlepas, Utsman tersungkur tak berdaya meregang nyawa. Berikutnya Abu Sa’ad bin Abi Thalhah mengambil panji tersebut namun seiring dengan itu anak panah Sa’ad bin Abi Waqash menembus kerongkongannya, tak pelak dia jatuh terjerembab ketanah menjulurkan lidah menjadi seonggok mayat. Musafi’ bin Abi Thalhah memberanikan diri mengangkat kembali panji Quraisy namun ia tewas mendadak tersambar runcingnya anak panah Ashim bin Tsabit bin Abul Aflah. Berikutnya Kilab bin Thalhah bin Abi Thalhah saudara kandung Musafi’ mengibarkan kembali panji itu namun ia segera roboh ketanah mengakhiri hidupnya setelah pedang Zubair bin Al Awwam menyambar badannya. Al Jallas bin Abi Thalhah segera menopang kembali menopang panji itu, namun sabetan pedang Thalhah bin Ubaidillah segera memecat nyawa dari tubuhnya. Keenam pemberani tersebut berasal dari satu keluarga kabilah Bani Abdi Dar. Kemudian Arthah bin Syurahbil maju namun Ali bin Abi Thalib tak membiarkannya hidup lama menenteng panji dan langsung melibasnya, realita spektakuler aneh tapi nyata, tidaklah seorang dari musyrikin mengambil panji tersebut melainkan terenggut nyawanya hingga genap sepuluh orang menemui ajalnya disekitar panji perang musyrikin. Setelah itu tak ada seorang pun dari mereka yang bernyali mengambil panji yang tergeletak di bumi Uhud.
Wallähu Ta’älä A’lamu bish Shawäb.

Rabu, 02 Maret 2016

Keistimewaan Sepuluh Shahabat Peraih Janji Surga

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Abu Bakar di Jannah (surga), Umar di Jannah, Ustman di Jannah, Ali di Jannah, Thalhah di Jannah, Zubair di Jannah, Abdurrahman bin ‘Auf di Jannah, Sa’d di Jannah, Sa’id di Jannah, dan Abu ‘Ubaidah di Jannah)) (HSR. Tirmidzi) 1. Keistimewaan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih keistimewaan menjadi shahabat pertama yang masuk islam dari kalangan laki-laki. Beliau juga shahabat dekat nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sebelum masa keislaman.
  • Meraih kemuliaan mendapatkan gelar Ash-Shiddiq dari Allah dan Rasul-Nya.
  • Meraih keistimewaan menjadi pendamping Nabi dalam menjalankan dakwahnya. Sehingga masuk islam melalui usaha beliau beberapa shahabat mulia, diantaranya adalah Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘anhu.
  • Meraih keistimewaan Hijrah ke negeri Habasyah.
  • Meraih keistimewaan hijrah ke negeri Madinah bareng bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
  • Meraih keistimewaan berjihad dengan jiwa dan hartanya fii sabilillah.
  • Meraih keutamaan menjadi khalifah kaum muslimin yang lurus setelah wafatnya Rasulullah.
  • Meraih kemuliaan menjadi imam shalat menggantikan Rasul ketika beliau sakit.
  • Memberangkatkan pasukan Usamah untuk membuka negeri Syam karena menjalankan kehendak Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam di akhir hayatnya
  • Menumpas habis Ahlur Riddah (orang-orang yang murtad).
  • Memperluas daerah kekuasaan kaum muslimin sampai ke beberapa daerah di Iraq dan Syam. Radhiallahu ‘anhu.
2. Keistimewaan Umar bin Khattab
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah berdo’a, “Ya Allah, Muliakanlah islam dengan salah satu dari dua Umar!”
  • Meraih kemuliaan Islam dengan do’a Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
  • Meraih keistimewaan mendapatkan julukan ­Al-Faruq (pembeda), pembeda antara yang hak dan yang bathil.
  • Meraih keistimewaan mendapatkan julukan Al-Mulham (yang diberi ilham).
  • Meraih kemuliaan dan kesempatan menjadi mertua Nabi dari putrinya yang bernama Hafshah Radhiallahu ‘anha.
  • Meraih keutamaan jihad fii sabilillah bersama Rasul diberbagai medan pertempuran.
  • Meraih keutamaan menjadi khalifah kedua kaum muslimin yang lurus setelah Abu Bakar.
  • Beliau diberi anugerah menjadi khalifah yang adil, sehingga bertebaran keadilan dan keamanan pada masa kekhilafaannya.
  • Melanjutkan usaha Abu Bakar dalam menyebarkan islam sampai beliau berhasil menguasai sisa-sisa negeri syam, sebagian negeri Paris, Mesir, dan Baitul maqdis. Radhiallahu ‘anhu.
3. Kestimewaan Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih kemuliaan islam melalui usaha dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu.
  • Meraih kemuliaan hijrah ke negeri Habasyah
  • Meraih kemuliaan hijrah ke negeri Madinah Nabawiyyah.
  • Meraih berbagai pujian dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
  • Seorang pedagang jujur dan mulia, menginfakkan hasil perdagangannya di jalan Allah.
  • Meraih kemuliaan dan kesempatan menjadi menantu Rasulullah dengan dua puteri beliau, Ruqoyyah dan Ummu Kultsum karena sebab itulah beliau dijuluki Dzun Nurain.
  • Meraih janji surga dari Rasul yang tercantum dalam sabdanya, “barangsiapa yang membeli sumur Rumah untuk kepentingan kamu muslimin maka baginya surga.” Maka Utsman pun membelinya.
  • Meraih janji surga dari Rasul yang tercantum dalam sabdanya, “Barangsiapa yang membantu menyediakan perbekalan tentara ‘usrah maka baginya surga.” Maka Utsmanpun membantu menyiapkan perlengkapannya mereka. Peristiwa ini terjadi pada perang Tabuk.
  • Meraih kemuliaan menjadi khalifah kaum muslimin ketiga.
  • Beliau melanjutkan usaha khalifah sebelumnya dalam melakukan perluasaan daerah kekuasaan kaum muslimin baik di daerah timur dan barat.
  • Pada masa kekhilafaan beliau kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran Dzat Shawari sehinggal menjadikan daerah pesisiran milik kaum muslimin yang sebelumnya di bawah kekuasaan Romawi.
  • Pada masa kekhilafaan beliau sempurnalah pengumpulan alqur’an dan penyebarannya di berbagai negeri. Radhiallahu ‘anhu.

4. Keistimewaan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih kemuliaan islam dalam usianya yang sangat muda.
  • Meraih kemuliaan bermulazamah dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
  • Meraih kemuliaan membantu dakwah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
  • Meraih kemuliaan berjihad fii sabilillah bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam disemua medan pertempuran kecuali perang Tabuk, itupun disebabkan karena Rasulullah menjadikannya sebagai pengganti beliau di Madinah.
  • Meraih kemuliaan menjadi menantu Rasul dari puterinya tercinta, Fathimah, pemimpin wanita penduduk surga.
  • Meraih kemuliaan dengan mendapatkan keturunan yang shalih, yaitu Al-Hasan, Husein, Zainab, dan Ummu Kultsum, Radhiallahu ‘anhum.
  • Meraih kemuliaan menjadi khalifah keempat kaum muslimin setelah syahidnya khalifah Utsman bin ‘Affan.
  • Meraih kemuliaan menjadi shahabat yang ahli dalam bidang fiqih, fatwa, qadha’, beliau juga termasuk shahabat yang paling tahu permasalahan sunnah Rasul. Radhiallahu ‘anhu.
  • Meraih kemuliaan sanjungan dari Rasul Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, “kedudukanmu disisiku seperti kedudukan Harun disisi Musa hanyasaja tidak ada nabi setelahku.”
  • Meraih kemuliaan dari Rasul sebagai seorang yang mencintai dan dicintai Allah dan Rasulnya.
  • Beliau meneruskan usaha para khalifah sebelumnya yaitu memperluas daerah kekuasaan kaum muslimin.
5. Keistimewaan Thalhah bin ‘Ubaidillah Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih kemuliaan islam melalui usaha dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu.
  • Meraih kemuliaan menjadi salah satu ahlu syuro.
  • Meraih kemuliaan mendapatkan julukan Al-Juud , Al-Khair, dan Al-Fayyadh.
  • Meraih kemuliaan hijrah ke negeri Madinah.
  • Meraih kemuliaan jihab fii sabilillah bersama Rasul Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam semua pertempuran.
  • Shahabat yang setia melindungi Nabi pada peristiwa Uhud sehingga tubuh beliau dipenuhi luka. Kemudian Rasul mengusapnya sehingga hilanglah luka tersebut dari tubuhnya, maka hari itu disebut hari Thalhah.
6. Keistimewaan Zubair bin Al-Awwam Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih kemuliaan islam melalui usaha dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu pada usianya yang belum genap enam belas tahun.
  • Meraih kemuliaan hijrah ke negeri Habasyah dan Madinah.
  • Meraih kemuliaan jihad fii sabilillah bersama Rasul dalam semua pertempuran.
  • Termasuk Shahabat yang setia membela dan melindungi Nabi pada peristiwa Uhud.
  • Meraih sanjungan kehormatan dari Rasul dalam sabdanya, “Setiap nabi pasti memiliki penolong setia dan penolong setiaku adalah Az-Zubair.”.
  • Meraih kemuliaan jihad fii sabilillah melawan orang-orang murtad di jaman Abu Bakar Ash-Shiddiq.
  • Hadir pada pertempuran Yarmuk.
  • Umar bin Khatthab menyatakan, “Sesungguhnya Zubair adalah rukun dari rukun-rukun agama.” Radhiallahu ‘anhu.
7. Keistimewaan Abdurrahman bin ‘Auf Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih kemuliaan islam melalui usaha dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu .
  • beliau adalah orang kedelapan yang memeluk islam.
  • Meraih kemuliaan menjadi ahlu syura, yaitu orang-orang yang Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepada mereka.
  • Meraih kemuliaan hijratain (dua hijrah) ke negeri Habasyah dan Madinah.
  • Meraih kemuliaan jihad fii sabilillah bersama Rasulullah.
  • Meraih kemuliaan menjadi imam shalat menggantikan Rasul pada perang Tabuk, maka Rasul mempersaksikan beliau dengan kebaikan.
  • Beliau adalah shahabat yang dermawan, sering membebaskan budak, bersedekah untuk kaum muslimin, dan menyediakan perbekalan jihad fii sabilillah. Radhiallahu ‘anhu.
8. Keistimewaan Sa’d bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih kemuliaan islam melalui usaha dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu .
  • Meraih kemuliaan menjadi paman Rasul.
  • Darahnya adalah darah pertama yang mengalir dalam islam.
  • Meraih kemuliaan jihad fii sablilillah bersama Rasul disemua pertempuran.
  • Menjadi pahlawan dalam peperangan Uhud sebagai pemanah sejati.
  • Hadir dalam pertempuran Qadisiyah pada pemerintahan Umar dan pertempuran Madain, salah satu kota di Persia. Radhiallahu ‘anhu.
9. Keistimewaan Sa’id bin Zaid Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih kemuliaan islam sebelum rasul berdakwah dirumah Arqam.
  • Meraih kemuliaan hijrah ke negeri Habasyah dan Madinah
  • Meraih kemuliaan berjihad fii sabilillah bersama Rasul.
  • Hadir dalam pertempuran Yarmuk dan pembukaan kota Damaskus.
  • Meraih kemuliaan menjadi shahabat yang doanya selalu mustajab. Radhiallahu ‘anhu

10. Keistimewaan Abu ‘Ubaidah Radhiallahu ‘anhu
  • Meraih kemuliaan islam melalui usaha dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu .
  • Keislimannya berbarengan dengan keislaman Utsman bin Mazh’un, Ubaidah bin Harits bin Mutthalib, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Abu Salamah bin Abul Asad. Radhiallahu ‘anhum.
  • Kokoh dalam keislamannya walaupun diboikot oleh kaumnya.
  • Meraih kemuliaan jihad fii sabilillah bersama Rasul disemua pertempuran.
  • Meraih kemuliaan sanjungan dari Rasul dalam sabdanya, “Setiap umat memiliki seorang kepercayaan, dan kepercayaan umat ini adalah Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah.”.
  • Meraih kemuliaan menjadi duta Rasul untuk negeri Yaman dan Najran dalam rangka mengajarkan syariat islam.
  • Memimpin pasukan Syam untuk memerangi Yarmuk, membuka kota Damaskus, Ladziqiyah dan daerah-daerah di negeri Syam.
  • Meninggal di Syam karena penyakit Tha’un. Radhiallahu ‘anhu.
Lihat biografi mereka selengkapnya di:
Al-Ishabah fii Ma’rifah Ash-Shahabah, karya Al-Hafizh
Tadzkiratul Huffazh dan Siyar, karya Al-Hafizh Adz-Dzahabi