Tanya : Assalamu’alaikum wr.wb
Pak Ustadz, sebenarnya apa
makna taqiyyah itu? Dan apa hubungannya dengan taqiyahnya orang-orang Syi’i? Ammar
Depok.
Jawab : Wa’alaikumussalam wr.wb. Taqiyyah menurut etimologi bahasa
Arab mempunyai arti menyembunyikan atau menjaga. (Lisanul Arab 15/401
dan Al Qamus Al Muhith hal. 1731). Sedangkan secara syar’i, taqiyyah
mempunyai arti menyembunyikan keyakinan atau keimanan karena dorongan
keterpaksaan karena untuk menyelamatkan dan menjaga jiwa, kehormatan maupun
hartanya ditengah-tengah kejahatan yang dilakukan oleh luar Islam (baca :
kafir). Taqiyyah ditempuh karena dia benar-benar dalam keadaan dipaksa
untuk mengucapkan atau mengerjakan kekufuran. (An Nahl: 106)
Sedangkan dalam pandangan
Syi’ah seperti dalam kitab mereka Al Kasyful 1/202 karya Yusuf Al Bahrani
mengatakan: “ Yang dimaksud dengan taqiyyah adalah menampakkan kesamaan
dengan keyakinan agama orang-orang yang menyelisihi mereka karena adanya rasa
takut.” Artinya dalam Syi’ah taqiyyah dijadikan alat untuk mengelabui
golongan yang berbeda faham atau-pun keyakinan dan tidak membedakan apakah
taqiyyah mereka amalkan dihadapan kaum muslimin atau orang-orang kafir.
Taqiyyah dalam Syi’ah
merupakan ajaran yang mempunyai kedudukan dan keutamaan sangat Istimewa.
Dalam Buletin Islam Al Ilmu Edisi 39/III/II/1425 (Syi’ah dan Taqiyyah)
dipaparkan, bahwa taqiyyah dalam Syi’ah :
1. Taqiyyah adalah pokok agama
mereka.
Al Kulaini di dalam Al Kafi 2/174 menukilkan –dengan dusta- ucapan Abu Ja’far: “Taqiyyah merupakan agamaku dan agama para pendahuluku. Tidak ada keimanan bagi seseorang yang tidak bertaqiyyah”. Dalam riwayat lain -dengan dusta- dari Abu Abdillah: “Tidak ada agama bagi seorang yang tidak bertaqiyyah”.
2. Taqiyyah adalah kemuliaan agama seseorang.
Al Kulaini di dalam Al Kafi 2/176 meriwayatkan –dengan dusta- ucapan Abu Abdillah kepada Sulaiman bin Khalid: “Wahai Sulaiman, sesungguhnya engkau diatas agama yang apabila seseorang menyembunyikannya (bertaqiyyah), maka Allah akan muliakan dia. Barangsiapa menampakkannya maka Allah akan hinakan dia”.
3. Taqiyyah merupakan sebuah ibadah yang paling dicintai Allah
Abu Abdillah mengatakan di dalam Al Kafi 2/219 karya Al Kulaini –dengan dusta- : “Tidaklah Allah diibadahi dengan suatu amalan yang lebih Dia cintai daripada Al Khab’u. Aku (periwayat) bertanya: “Apa itu Al Khab’u ? Beliau menjawab: “Taqiyyah”.
Al Kulaini di dalam Al Kafi 2/174 menukilkan –dengan dusta- ucapan Abu Ja’far: “Taqiyyah merupakan agamaku dan agama para pendahuluku. Tidak ada keimanan bagi seseorang yang tidak bertaqiyyah”. Dalam riwayat lain -dengan dusta- dari Abu Abdillah: “Tidak ada agama bagi seorang yang tidak bertaqiyyah”.
2. Taqiyyah adalah kemuliaan agama seseorang.
Al Kulaini di dalam Al Kafi 2/176 meriwayatkan –dengan dusta- ucapan Abu Abdillah kepada Sulaiman bin Khalid: “Wahai Sulaiman, sesungguhnya engkau diatas agama yang apabila seseorang menyembunyikannya (bertaqiyyah), maka Allah akan muliakan dia. Barangsiapa menampakkannya maka Allah akan hinakan dia”.
3. Taqiyyah merupakan sebuah ibadah yang paling dicintai Allah
Abu Abdillah mengatakan di dalam Al Kafi 2/219 karya Al Kulaini –dengan dusta- : “Tidaklah Allah diibadahi dengan suatu amalan yang lebih Dia cintai daripada Al Khab’u. Aku (periwayat) bertanya: “Apa itu Al Khab’u ? Beliau menjawab: “Taqiyyah”.
4. Taqiyyah merupakan seutama-utama amalan hamba.
Di dalam Tafsirul Askari hal. 163
dinukilkan -dengan dusta- bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Taqiyyah
merupakan salah satu amalan mukmin yang paling utama. Dia menjaga diri dan
saudaranya dengan taqiyyah dari orang-orang jahat. Allohu A’lam
Taqiyyah:
Strategi Syi'ah di Tengah Mayoritas Sunni
Oleh: Ustadz Bakir
Diakui atau tidak. Syi’ah merupakan aliran yang lahir akibat
pergolakan politik dan kepentingan-kepetingan ideologi. Keberadaannya selalu
menjadi saingan ketat dengan kelompok sunni. Dontrin-doktrin, pemahaman fiqh
dan lainnya selalu tidak sejalan dengan paham sunni. Salah satu dotrin Syi’ah
yang tidak ditemukan dalam doktrin Sunni adalah ‘Taqiyah’.
Mayoritas Muslim indonesia adalah penganut Sunni yang
dikenal dengan sebutan ahl al-sunnah wa al-jama’ah yang juga merupakan
mayoritas penduduk muslim di dunia, tetapi terdapat juga penganut Syi’ah yang
hidup di tengah kaum mayoritas tersebut.
Kemudian kami kerucutkan maksud Syi’ah dalam tulisan ini
kepada syi’ah itsna ‘asyariyah (kadang-kadang di sebut syi’ah imamiyah),
yakni aliran |Islam yang meyakini dua belas imam sepeninggal Rasulullah dan
mempraktikkan fiqh Ja’fari dalam kehidupan sehari-hari. Syi’ah adalah aliran
Islam (tepatnya sempalan Islam) minoritas yang dalam berbagai aspek berbeda dan
bertentangan dengan Islam sunni.
Eksistensi kelompok Islam Syi’ah di Indonesia, seperti
halnya di daerah lain di luar iran, masih belum banyak diketahui oleh pemimpin
muslim sendiri. Padahal beberapa penulis beranggapan bahwa syiah sudah masuk ke
wilayah nusantara sejak awal kedatangan Islam dan pengaruhnya cukup kuat dalam
tradisi Islam di nusantara.
Dasar Doktrinal ‘Taqiyah’
Secara umum taqiyyah adalah strategi menyembunyikan
keyakinan di hadapan musuh untuk menghindari terjadinya bencana (Alatas 2002:
142). Dalam pengertian ini, meskipun konsep ini sering dianggap sebagai khas
Syi’ah, praktiknya sangat umum khususnya bagi kelompok penganut agama atau
aliran minoritas yang berada di bawah penguasa otoritarian yang opresif. Hanya
saja mereka tidak menggunakan konsep taqiyyah. Dalam pandangan sebagian besar
kaum Sunni, konsep taqiyyah memiliki makna negatif yang identik dengan kebohongan
dan kemunafikan. Oleh sebab itu, Jalaluddin Rahmat mengusulkan untuk tidak
menggunakan istilah taqiyah untuk menyebut praktik tersebut. Sebagai
alternatifnya, ‘pendekatan yang luwes dan silaturrahmi’, misalnya, adalah
istilah netral yang bisa diterima secara umum. Dengan penggunaan istilah netral
tersebut, prakteik taqiyah dapat dibenarkan.
Bagi kelompok Syi’ah, taqiyah tentu saja dipahami secara
positif. Jalaluddin Rahmat (1998:1viii) yang mengutip pandangan Khomeini
menulis bahwa taqiyah berbeda dengan kemunafikan. Kalau kemunafikan adalah
penyembunyian kekufuran dan penampakan keimanan, taqiyah adalah sebaliknya
yakni penampakan kekafiran dan penyembunyian keimanan karena alasan-alasan
tertentu. Mereka mengakui bahwa ajaran dan praktik taqiyah mempunyai landaan
doktrinal yang kokoh dalam ajaran islam. Mereka biasanya menggunakan sejumlah
dalil naqli maupun dalil aqli untuk melegitimasi praktik taqiyah dimaksud.
Selain itu, taqiyah juga diyakini sudah dipraktikkan oleh sahabat Nabi Muhammad
SAW, dan praktik tersebut dibenarkannya. Salah satu dalil naqli yang
paling sering dipakai adalah ayat al-Qur’an (3:28) yang artinya:
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia daripertolongan Allah, kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali”
Menuru mereka, taqiyah dibenarkan tidak hanya karena alasan
takut tetapi juga demi persatuan di kalangan kaum Muslimin. Berkenaan dengan
tipe ini yakni taqiyah mudarat. Jalaluddin Rahmat (Rahmat 1998:1ix) mengutip
fatwa khomeini:” yang dimaksud dengan taqiyah mudarat ialah taqiyah yang
dilakukan untuk mempersatukan kaum muslimnin dengan menarik kecintaan para
penentang dan memperoleh kasih sayang mereka; bukan karena menghawatirkan
adanya ancaman seperti taqiyah khauf”. Dalam praktiknya, seseorang
menyembunyikan sikap sesungguhnya, termasuk sikap negatif terhadap kelompok
lain yang berbeda paham dengan menampilkan tindakan yang positif sehingga dapat
mencapai ukhwah islamiyah. Singkatnya, bagi penganut Syi’ah Indonesia terdpat
dua tipe taqiyah yakni taqiyah karena takut dan taqiyah untuk persaudaraan yang
memiliki landasan doktrinal yang kokoh.
Strategi Taqiyah
Meskipun taqiyah tidak identik dengan rahasia, namun praktik
taqiyah berkaitan erat dengan rahasia. Yang jelas, taqiyah berkenaan dengan
persoalan apakah yang perlu dirahasiakan atau disembunyikan. Dalam defini
taqiyah di atas, yang disembunyikan adalah keyakinan. Tetapi, keyakinan
berkaitan erat dengan identitas penganutnya, lembaga-lembaga, praktik-praktik
keagamaan serta atribut-atribut yang terkait. Sebagai sebuah aliran, syi’ah mencakup
sistem keyakinan, figh, unsur ketaqwaan, dan prinsip-prinsip lain yang semuanya
merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan demikian, aspek-aspek yang
dirahasiakan menjadi jamak. Yang menjadi persoalan adalah aspek mana yang
penting untuk dirahasiakan dan bagaimana caranya. Persoalannya kemudian menjadi
semakin rumit ketika dihadapkan kepada prinsip-prinsip missionaris (dakwah)
sebagai karakteristik umum agama dan mazdhab yang mengharuskan penganutnya
menyebarluaskan ajarannya kepada yang lain dan menarik pengikut sebanyak
mungkin.
Strategi yang paling umum dilakukan oleh penganut Syi’ah
adalah pengendalian informasi atau secara lebih luas, menejemen informasi.
Dalam konteks indentitas kesyi’ahan, penganut syi’ah berupaya mengontrol
informasi baik yang berkenaan dengan identitas personal dan kolektif maupun
yang berkaitan dengan tanda-tanda dan istilah-istilah kesyi’ahan. Pengendalian
informasi itu diterapkan baik dalam suasana formal seperti pertemuan resmi,
dialog, wawancara bagi kepentingan riset ataupun media maumpun dalam kehidupan
kesehariaan.
Ada cara-cara tertentu yang diterapkan dalam pengendalian
informasi tersebut. Yang pertama adalah memberikan jawaban atau penjelasan
ambigu. Sejauh observasi yang dilakukan, jarang sekali dijumpai mereka yang
mengakui bahwa dirinya adalah penganut Syi’ah. Strategi kedua adalah adaptasi,
yakni melakukan penyesuaian terhadap norma dan aturan standar mayoritas. Pada
umumnya, adaptasi dilakukan berkenaan dengan ibadah atau ritual-ritual
keagamaan. Ini tergambar dalam sejarah dan perkembangan Syi’ah di Indonesia.
Yang terakhir dari tulisan ini adalah, baik strategi pengelolaan infomrasi
maupun strategi adaptasi di atas merupakan bagian dari strategi reproduksi di
mana kelompok syi’ah yang mengalami stigmasisasi berupaya mempertahankan
eksistensi diri, lembaga-lembaga, dan madzhabnya. Oleh karena itu, melalui
tulisan singkat ini, penulis mengingatkan, kita sebagai Muslim berhaluan Sunni
yang notabena ahlussunah wa al-Jamaah hendaknya berhati-hati dengan propaganda
Syi’ah dengan strategi mereka. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/liberalism/2013/11/25/27768/taqiyyah-strategi-syiah-di-tengah-mayoritas-sunni/#sthash.ylpCbPV5.dpuf
Taqiyyah dan Mut’ah, Pelaris Ajaran Syi’ah
Publikasi: Selasa, 24 Rabiul Akhir 1435 H /
25 Februari 2014 15:14
Oleh : Mush’ab
Selain menjual cinta ahlu bait, ada dua hal yang membuat Syi’ah
mudah tersebar di kalangan umat Islam. Yaitu Taqiyyahdan Mut’ah. Taqiyyah
adalah sebuah prinsip dusta demi meraih tujuan. Sedangkan mut’ah adalah
zina terselubung yang dihiasi dalil agar dianggap sebagai ibadah. Mut’ah adalah
nikah kontrak, sesuai akad di awal dan mahar yang diberikan kepada wanita
bisadi angsur.
Taqiyyah, SenjataKetikaLemah
Kebanyakan muslim tidak pernah mendengarkan bahwa Syi’ah
menganggap nashibi (umat Islam Sunni) lebih layak diperangi dari
pada Yahudi dan Nasrani. Mungkin, banyak orang tidak tahu bahwa dalam buku-buku
Syiah dihalalkan merampas/mencuri harta nashibi.
Dari Abu Abdillah –Ja’far Ash Shadiq- mengatakan: Ambillah harta
orang nashibi di mana saja kamu dapatkan, lalu bayar seperlimanya pada kami.
Riwayat ini terdapat dalam kitab Tahdzibul Ahkam jilid 4 hal
122, Al Wafi jilid6 hal43, begitu juga dinukil oleh Al-Bahrani dalam Al-Mahasin
An-Nifsaniyah, Al Bahrani mengatakan riwayat ini memiliki banyak jalur.
Banyak juga orang tidak tahu bila tetangganya, guru ngajinya atau
saudaranya telah memeluk Syi’ah. Ketidaktahuan itu wajar-wajar saja. Pasalnya
dalam ajaran Syi’ah terdapat akidah yang disebut taqiyyah. Yaitu
menyembunyikan jati diri atau keyakinan-keyakinan Syi’ah di hadapan orang lain,
demi sebuah misi.
Keyakinan ini merupakan Sembilan persepuluh dari seluruh
ajaran Syi’ah. Bahkan Taqiyyah syarat menjadi mukmin di mata Syi’ah.
Al-Kulaini, dalam bukunya UshululKafi (482-483) meriwayatkan bahwa Abu
Abdillah –salah seorang yang diklaim imam Syi’ah- berkata, “Hai Abu Umar,
Sembilan persepuluh dari agama ini adalah taqiyyah, tidak beragama
bagi orang yang tidak bertaqiyyah.”
Sehingga banyak orang tertipu dengan Syi’ah. Pasalnya,
akidah-akidah busuk Syi’ah sengaja disembunyikan dari umat Islam, agar
kebobrokan-kebobrokan akidah mereka tidak tampak dan tidak dijauhi oleh umat.
Abu Abdillah berkata, “Jagahlah agama kalian, tutupi dengan
taqiyyah. Tidak dianggap beriman orang yang tidak bertaqiyyah.”
Ibnu Babawih –ulamaSyi’ah- berkata, “Keyakinan kami dalam Taqiyyah
adalah wajib. Siapa yang meninggalkannya, maka ia seperti meninggalkan shalat.”
(al-I’tiqadats, hlm. 114)
SemakinDusta, Semakin Shaleh
Bisa disimpulkan, seorang yang shaleh atau shalehah di mata orang
Syi’ah adalah orang yang paling sering bertaqiyyah. Jadi, semakin banyak berdus
tamak aias emakin shaleh di mata Syi’ah.
Dalama kidah Islam memang ada ajaran taqiyyah atau tauriyah. Namun
tauriyah dalam akidah Islam adalah sebuah pilihan ketika kondisi terancam nyawa
dan bersyarat, bukan sebuah kewajiban atau rukun iman. Tidak boleh dilakukan di
sembarang waktu dan tempat.
Ibnu Mundzir, salah seorang ulama Islam berkata, “Para ulama
berijma’ bahw siapa saja yang dipaksa untuk berbua kafir dengan ancama nyawa,
maka ia diperbolehkan untuk memilih berbohong dengan pura-pura berbuat kafir.
Orang ini tidak boleh dikafirkan.” (fathulBaari, 12/314)
Namun memilih untuk matisyahid saat demikian lebih utama. Ibnu
Bathal rhm berkata, “Para ulama berijma’ bahwa siapa saja yang dipaksa antara
dibunuh dengan kekafiran. Lalu ia memilih untuk dibunuh, maka itu lebih baik
dan pahalanya lebih besar di sisi Allah SWT.” (FathulBaari, 12/318)
Mut’ah, Zina Terselubung
Mut’ah bisa dijadikan senjata bagi orang Syi’ah, namun juga
menjadi titik lemah Syi’ah. Syi’ah menjadikan nikah sebagai alat untuk merekrut
anak-anak muda dan orang-orang yang memiliki kecendrungan lebih kepada wanita.
Banyak dalil dari al-Qur’an dan Hadits yang digunakan oleh Syi’ah
untuk menghalalkan mut’ah. Namun semua ayat yang dijadikan hujjah ditafsir
sesuai nafsu Syi’ah. Tidak ada petunjuk dari Rasulullah Sholallahu’alaihi
Wassalam dan para sahabatnya dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut sebagai
kebolehan bermut’ah.
Memang Rasulullah Sholallahu’alaihi Wassalam pernah menghalalkan
mut’ah sebanyak dua kali yaitu sebelum perang Khaibar dan diawa lfathu Makkah.
Namun pada Fathu Makkah juga Rasulullah Sholallahu’alahi Wassalam
mengharamkannya. Bahkan yang meriwayatkan pembatalan bolehnya mut’ah (naskh)
adalah salah satu ahlu bait, yaitu Ali bin Abu Thalib dalam riwayat
Muslim dan Bukhari.
Dalam bukunya, tahrimul nikahil mut’ah, imam Ibnu Abi
Hafidz telah membantah kehalalan mut’ah yang ‘dijual-bebas’ oleh Syi’ah.
Pelacur Yang Shalehah
Dalam ajaran Syi’ah, mut’ah tidak sekedar dianggap sebagai wisata
biologis, tetapi lebih dari itu. Yaitu, dianggap sebagai syarat menjadi Syi’ah
yang baik. Dalam kitab Syi’ah man la Yahdhuruhul-Faqih, (3/336)
disebutkan, al-Shadiq berkata, “Mut’ah adalah agamaku, dan agama nenek
moyangku. Maka, siapa yang mengamalkannya, sungguh ia telah mengamalkan
agama kami. Siapa yang mengingkarinya, maka ia telah mengingkari agama kami,
dan telah memeluk selain agama kami.”
Banyak riwayat gubahan para ulama Syi’ah yang menunjukkan
keutamaan nikah mut’ah. Salah satunya dalam buku tafsir minhajusshadiqin, konon
Rasulullah Sholallahi’alaihi Wassalam bersabda, “Barang siapa yang melakukan
mut’ah sekali, maka ia telah selamat dari murka Allah SWT. Yang melakukannya
dua kali, maka ia akan dikumpulkan bersama orang-orang shaleh. Barang siapa
yang melakukannya tiga kali, maka akan bersamaku di surga-surga.”
Dari berbagai riwayat yang ada dalam buku-buku induk Syi’ah dapat
disimpulkan, bahwa keshalehan wanita dalam pandangan Syi’ah adalah berbanding
dengan banyaknya ia melakukan mut’ah. Semakin sering ia melakukan mut’ah maka
wanita tadi semakin shalehah dalam ajaran Syi’ah. Artinya, semakin sering
lacur, semakin shalehah. Demikian juga laki-lakinya.
Keyakinan Syi’ah erhadap mut’ah bertentangan dengan anjuran Allah
SWT untuk menjaga kemaluannya. Allah SWT berfirman,
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki [994]; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.” (al-Mukminun: 5-7).
Dalam ayat ini Allah mengharamkan persetubuhan dengan wanita
kecuali istri sah atau hamba sahaya. Sedangkan wanita mut’ah adalah sewaan,
bukan istri yang sah. Sebagaimana ditegaskan dalam riwayat Syi’ah sendiri
bahwa wanita mut’ah-an adalah wanita sewaan, maka boleh memut’ahi lebih
dari seribu wanita, mereka tidak mendapatkan warisan, dan tidak perlu dicerai,
(al-Furu’ minalKafi, 5/451).* Na’udzubillahimindzalik, *(Disalin
dari kitab Syi’ah Kawan atau Lawan)*
Taqiyyah,
doktrin pokok Syiah
A. Z. Muttaqin Ahad, 7 Jumadil Awwal 1435 H / 9 Maret
2014 17:17
Taqiyyah Syiah
(Arrahmah.com)
– Salah satu doktrin pokok golongan Syiah adalah taqiyyah.
Taqiyyah adalah menyembunyikan aqidah Syiah dari orang lain bahkan
mengingkarinya bila dipandang perlu.
Para tokoh Syiah dahulu biasa merahasiakan ajaran-ajaran dan
pendapat-pendapat mereka dari masyarakat umum. Mereka juga merahasiakan diri
sebagai keturunan Ali dan hanya mau mengemukakan kepada teman karibnya. Mereka
senantiasa menjaga diri dengan menyembunyikannya dan identitas mereka. Ada
pernyataan yang sangat populer dari Ja’far Ash Shadiq:
“Taqiyyah adalah agamaku dan agama nenek moyangku, siapa
saja yang berterus terang sebelum datangnya Imam Mahdi kami maka dia bukan dari
golongan kami.”
Hadits-hadits milik kaum Syiah yang menjelaskan tentang
taqiyyah ini sangat banyak, antara lain disebutkan oleh Majelisi sebanyak
seratus sembilan riwayat, dalam bab “Bertaqiyah tetapi tetap bermasyarakat” (Biharul
Anwar: 75/393-443). Syekh mereka Ibnu Baabuwaih dalam bukunya al-I’tiqadat,
dia menamakan judul kitabnya “Dinul Imamiyah” (Agama Imamiyah): Taqiyah
adalah wajib, yang tidak boleh ditinggalkan sampai munculnya Imam Mahdi.
Barangsiapa yang meninggalkannya sebelum datangnya Imam Mahdi maka dia telah
keluar dari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dari agama Imamiyah,
menentang Allah dan Rasulnya serta para Imam (al-I’tiqad hlm. 114-115).
Diriwayatkan bahwa khalifah al-Mansur dari Bani Abbasiyah
tatkala mendengar informasi bahwa Ja’far bin Muhammad telah mengklaim jabatan
khilafah dan imamah bagi dirinya, maka ia menyuruh punggawanya yang bernama
Rabi’ agar datang ke Bghdad untuk menemui dan menghadirkan Ja’far kepadanya.
Ketika khalifah al-Mansur melihatnya, dia berkata: “Allah akan membinasakanku
kalau aku tidak membunuhmu. Apakah engkau mengingkari kekuasaanku dan engkau
ingin melakukan tipudaya kepadaku?” Abu Abdillah menjawab: “Demi Allah, aku
tidak berbuat seperti itu, kalau ada yang menyampaikan berita itu kepadamu, ia
seorang pendusta. Sekiranya aku telah melakukannya, sesungguhnya Yusuf dahulu
dianiaya orang namun ia memaafkan, dan ayub diberi cobaan namun dia bersabar,
Sulaiman dikaruniai nikmat yang banyak dan ia bersyukur. Mereka semua adalah
para Nabi Allah dan dari merekalah silsilahmu berasal…” dan seterusnya sampai
akhir kalimat Ja’far yang mereka nukil. (Baca kalimat selengkapnya di Biharul
Anwar: 47/174-175, dan al-Irsyad oleh Mufid hlm.290).
Di sini Imam Ja’far mengingkari apa yang menjadi anggapannya
dihadapan al-Mansur. Dia menegaskan pengingkarannya dengan bersumpah menyebut
nama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal tidak diragukan lagi bahwa
bersumpah palsu dengan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan
dosa yang sangat besar, namunSyiah tidak menganggapnya sebagai dosa. Kisah ini
tercantum dalam kitab-kitab mereka.
Pengingkaran Ja’far hanya salah satu contoh saja. Adapun
segudang kebohongan Syiah sudahlah sangat jelas dibuktikan oleh pengalaman.
Karena itu Mullah Ahmad Kasravi menyatakan, “Taqiyyah dan
penyimpangannya terhadap agama dan akal sudah sangat jelas, sehingga tidak
membutuhkan pembahasan lagi karena hal ini merupakan bentuk kebohongan dan
kemunafikan tidak perlu dijelaskan lagi kebusukannya.”
Disadur dari buku Ulama Syiah menghujat Syiah, Rabiul
Tsani 1435/Februari 2014, lxxii + 218 hlm, Arrahmah Publishing. (azm/arrahmah.com)
- See more at:
http://www.arrahmah.com/news/2014/03/09/taqiyyah-doktrin-pokok-syiah.html#sthash.IjKexD2T.dpuf
0 komentar:
Posting Komentar