Bismillahi arrahman arrakhim,
Para perempuan ahli surga yang diceritakan dalam Al Qur'an ada dua nama yaitu istri Fir'aun dan Maryam binti Imran.
Asiyah binti Muzahim merupakan istri Fir'aun.
Di dalam Al Qur'an di kisahkan
tentang seorang perempuan istri dari pemimpin kerajaan Mesir yang sangat
lembut dan dia menyembunyikan keimanannya, pada saat Musa as lahir,
Fir'aun memerintahkan kepada seluruh rakyat Mesir untuk membunuh setiap
bayi laki-laki yang baru lahir, kemudian ibunda Musa as memutuskan untuk
menghanyutkan bayi Musa as ke sungai nil, yang kemudian ditemukan oleh
istri Fir'aun. Dengan ketulusan dan kelembutannya dia berkata kepada
suaminya, Fir'aun, "ia biji mataku...janganlah kamu membunuhnya,
barangkali ia akan bermanfaat bagi kita, atau kita menjadikannya sebagai
anak." Fir'aun pun tidak bisa menolak permintaan istrinya untuk
memelihara bayi Musa as.
Keangkuhan dan kecongkakan serta kesewenang-wenangan sangat melekat dalam kepribadian dan karakter Fir'aun, "Bukankah aku memiliki kerajaan Mesir...."
bukan hanya memiliki negara Mesir tapi juga menguasai dengan mutlak
seluruh warganya. Hal ini mempengaruhi jiwa rakyatnya dan tidaklah
mengherankan, jika penghinaan mendominasi hubungan antara penguasa
dengan rakyatnya.
Dan ketika Musa as telah diangkat menjadi rasul dengan congkaknya Fir'aun menegaskan kepada Musa as dan Harun as, saudaranya, "Aku tidak mengetahui Tuhanmu, kecuali aku..."
Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan
Asiyah binti Muzahim ditengah keluarga yang dibangunnya dengan Fir'aun,
sebagai istri seorang penguasa yang berkarakter dan berkepribadian
angkuh, otoriter dan sombong tanpa keimanan. Di tengah kehadiran bayi
Musa as dan keluarganya membuat Asiyah semakin kuat mempertahankan dan
menyembunyikan keimanannya. Dalam bergelimang kekayaan dan kenikmatan
hidup dia tidak terbawa oleh godaan nafsu duniawi, dan dia pun bermohon
dalam do'anya, "Ya Tuhanku, dirikanlah bagiku di sisi Mu sebuah rumah di surga..."
Kekayaan, kekuasaan dan berbagai
gemerlap kehidupan sebagai istri penguasa Mesir, Fir'aun, tidak membuat
Asiyah meninggalkan Tuhannya. Namun Asiyah menjauhi semua bisikan materi
kemewahan dan kekuasaan itu, dengan berpikir jangka panjang dalam
dimensi yang lebih jauh ke depan, "Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu)."
Hati yang beriman dan akal yang lurus, tidak akan tertipu dan terhanyut
untuk menjauh dari tali Allah, hati dan pikiran serta tindakannya akan
terpelihara dengan erat dalam keridho'an dan karunia Nya.
Sebagai istri Fir'aun, Asiyah dalam posisi tidak berdaya untuk menolak
kejahatan dan gangguan darinya. Namun ia tetap tegak mempertahankan
keimanannya, naluri dan indranya menjauh dari gemerlap materi dan
meninggi menuju dimensi keimanannya.
Dalam keterbatasannya Asiyah pun bermohon, "Selamatkanlah
aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Agar aku tidak tenggelam dalam
sungai rayuan dan bah kezalimannya. dan selamatkanlah aku dari kaum yang
zalim, dari pembesar dan pengikutnya yang hanya mendukung berbagai
tindakannya yang buruk, amoral dan sewenang-wenang".
Allah swt memelihara Asiyah sebagai perempuan yang beriman sampai kekuasaan Fir'aun dikalahkan oleh Musa as.
Kisah Asiyah binti Muzahim tidak
tersebut jelas dalam Al Qur'an, hanya disebutkan sebagai perempuan istri
Fir'aun, nama Asiyah sendiri bersumber dari hadits nabi Muhammad saw.
Kisah Asiyah binti Muzahim, istri
Fir'aun, tersebut dalam ayat-ayat Allah swt yang menerangkan tentang
Musa as dan Harun as, merupakan suri tauladan bagi para perempuan
muslimah bahwa keimanan bukanlah proses jual beli dengan kekayaan,
kekuasaan dan gemerlap kehidupan dalam berbagai kemudahan fasilitasnya.
Memelihara keimanan dalam dimensi berpikir untuk jangka panjang, dan
kedewasaan membuat hidup kita menjadi lebih tenang dan terpelihara dalam
kebenaran dan keselamatan dari kezaliman dan keburukan dunia.
Maryam binti Imran, putri dari keluarga Imran.
Kisah Maryam binti Imran tertulis dengan jelas dalam Al Qur'an,
Maryam terlahir dari seorang ibu yang shaleh, keluarga Imran merupakan
keluarga kecil yang sangat merindukan kehadiran seorang anak, do'a
ibunya saat Maryam dalam kandungannya,
"..sesungguhnya aku menazarkan bagi Mu anak yang dalam kandunganku
menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat di Baitul Maqdis." (3:35)
Ketika bayi itu lahir dan seorang perempuan, sang ibu pun berkata dengan penuh rasa syukur dan kejernihan hati dan berdo'a :
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan dan
Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-laki
tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia
Maryam dan aku melindungkannya serta anak-anak keturunannya kepada
pemeliharaan Mu dari setan yang terkutuk." (3:36)
"Maka Tuhannya menerimanya sebagai nazar dengan penerimaan yang baik,
mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dan Allah menjadikan Zakaria
sebagai pemeliharanya."
Nabi Zakaria adalah ayah Yahya as, suami bibi Maryam, maka setelah
Imran, ayahnya meninggal, Maryam pun di asuh oleh nabi Zakaria, ia hidup
dalam keadaan suci dan bersih. Ia pun diliputi oleh rahmat dan kasih
sayangnya. Maryam hidup dalam mihrab, ia hidup dalam keadaan suci dan
bersih, beribadah dan berdo'a, bermunajad dalam suasana yang jernih
hingga kedua matanya mengarah kepada cahaya kebenaran, dan ia pun
diliputi rahmat Nya.
"Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia temukan
rezeqi di sisinya. Dengan heran Zakaria pun bertanya, "Maryam, dari mana
kau memperoleh (makanan) ini?"
Zakaria bertanya karena ia tidak membawa apa-apa untuknya, sementara
Maryam tinggal sendiri di mihrabnya, maka Maryam pun menjawab dengan
tanpa keraguan, "Makanan itu berasal dari sisi Allah", dan dengan tegas
Maryam melanjutkan, "Sesungguhnya Allah memberi rezeqi kepada siapa yang
dikehendaki Nya tanpa perhitungan." (3:37)
itulah sikap tawajjuh yang ada pada Maryam, keyakinan akan do'a dan rahmat Nya.
Maryam tumbuh dalam pemeliharaan Zakaria, sampai tibalah saatnya peranan yang lebih besar dipersiapkan bagi Maryam.
"Dan ingatlah kisah Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu
Kami tiupkan ke dalam tubuhnya roh Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya
tanda kekuasaan Allah yang besar bagi semesta alam." (21:91)
"Dan ingatlah Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka
Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh ciptaan Kami dan dia
membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab Nya, dan adalah dia
termasuk orang yang taat." (66:12)
"Dan ceritakanlah kisah Maryam di dalam Al Qur'an, yaitu ketika ia
menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur."
"maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka, lalu Kami
mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam
bentuk) manusia yang sempurna."
"Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa."
Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya aku ini hanyalah utusan Tuhan mu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci."
Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki,
sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula)
seorang pezina."
Jibri berkata, "Demikianlah". Tuhan mu berfirman, "Hal itu adalah mudah
bagi Ku, dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan
sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah
diputuskan."
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal
pohon kurma, dia berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum
ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan."
Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, "Janganlah kamu bersedih
hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu."
"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. maka makan, minum dan
bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka
katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang
Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun
pada hari ini." (19: 16 - 26)
Dari surat Maryam ayat 16 sampai 26 di atas dapat kita rasakan bagaimana
Maryam menjalani masa-masa sulit menghadapi dan menjalankan ketentuan
Allah swt, namun Maryam tidak mengeluh karena ia telah menyerahkan
segalanya kepada Allah swt yang melakukan segala apa yang dikehendaki
Nya, pengatur segala urusan dengan hikmah dan taqdir Nya. Namun setelah
kandungannya membesar dan dia pun tidak bisa menyembunyikan keadaan
dirinya dan rasa sakit yang dirasakannya saat tiba waktunya melahirkan
membuatnya berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan
aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan."
Begitulah keadaan dan suasana hati Maryam, menghadapi lingkungannya dan
kaumnya, dapat kita bayangkan kegundahan dan kesedihannya. Sampai
akhirnya turunlah perintah Allah swt melalui Jibril memerintahkan Maryam
berpuasa tidak berbicara dengan mereka sampai hari kelahiran anaknya.
Ketika bayi yang dikandungnya telah lahir, yaitu Isa as, Maryam pun
masih mendapati kaumnya mempertanyakan tentang kesucian dan
kehormatannya.
"Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya.
Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu
yang amat mungkar."
"Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina."
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami
akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"
Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al Kitab
(Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan
kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup dan
berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang
sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada
hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku
dibangkitkan hidup kembali."
Semoga sikap yang ditunjukkan oleh kedua orang perempuan ahli surga ini,
yang digambarkan dalam sosok Asiyah binti Muzahim dan Maryam binti
Imran membuat kita semakin memahami tugas-tugas dan kewajiban kita
sebagai muslimah dan menambah kekuatan iman kita menghadapi dan
menyikapi lingkungan kita saat ini yang berkembang pesat dengan berbagai
kemudahan, hedonisme, euforia teknologi dunia maya, jejaring sosial dan
kemajuan lainnya yang apabila kita tidak berpatokan pada Dinnullah akan
semakin membawa kita kepada keburukan dan kerusakan moral. Dan karena
perempuan adalah aset terbesar, dari jumlahnya, maka apabila aset itu
mempunyai kualitas yang baik akan memberikan kontribusi bagi ummat
manusia. Karena perempuan adalah induknya masyarakat, kualitas
masyarakat tergantung kualitas para perempuannya.
sumber;
http://jangansedihbunda