Senin, 12 Oktober 2015

PCNU Subang: Pemerintah Tak Perlu Minta Maaf Kepada PKI

Subang, NU Online
Partai Komunis Indonesia (PKI) mempunyai catatan sejarah yang kelam dalam perjalanan bangsa Indonesia, puncaknya terjadi pada 30 September 1965. Untuk itu, Pemerintah diminta untuk tidak melakukan permintaan maaf kepada PKI.

"Jika pemerintah sampai meminta maaf kepada PKI, berarti itu melupakan sejarah kekejaman PKI dan mereka akan berani bertindak lagi jika kembali diberikan kesempatan karena nanti mereka diberikan hak politik lagi. Ini sangat berbahaya," kata Ketua PCNU Subang, Jawa Barat, KH Musyfiq Amrullah di Subang, Rabu (30/9).

Pengasuh Pesantren Attawazun ini mengingatkan, kita tidak boleh melupakan sejarah dan tragedi 1965 ketika PKI akan melakukan kudeta dengan banyak membunuh orang Islam dan juga para jenderal.

"Jika ditanyakan siapa yang paling banyak korbannya, pastilah orang Islam wabil khusus  warga NU, karena jauh sebelum tahun 1965 PKI sudah berani membantai orang Islam, membakar rumah, masjid dan pesantren, itu belum menjadi penguasa, apalagi kalau sampai berkuasa bisa-bisa lebih dari itu," paparnya

Menurutnya, jika jumlah korban dari pihak umat Islam dan PKI dilihat sejak tahun 1920-an, maka akan terlihat jumlah korban lebih banyak dari kalangan umat Islam dibandingkan dari PKI.

"Jadi jika pada tahun 1965 banyak korban dari pihak PKI, itu adalah akibat ulah mereka sendiri, pemerintah pada saat itu mengadakan perlawanan sehingga banyak korban," tuturnya.

Untuk itu, ia menegaskan bahwa Pemerintah tidak perlu meminta maaf kepada PKI karena kalau kita minta maaf berarti kita yang salah padahal PKI banyak berbuat kesalahan kepada umat Islam
sumber;http://www.nu.or.id

Minggu, 11 Oktober 2015

Syiah membahayakan


Ajaran syiah bukan saja sesat dan menyesatkan tetapi juga membahayakan. Bahaya bagi aqidah sudahlah pasti karena meragukan Al-Qur’an, hadits yang bukan saja dinisbahkan pada Nabi tapi juga imam-imam yang ma’shum, serta syahadat yang bukan hanya Allah SWT dan RasulNya melainkan menambahkan Ali waliyullah dan hujjatullah, bahkan dengan tambahan kalimat laknat kepada sahabat dan istri Rasulullah. Bahaya bagi kemurnian syari’at karena menghalalkan kawin mut’ah sebagai imitasi prostitusi, menjalankan shalat 3 waktu diluar safar, tak menghukumkan wajib shalat jum’at atau menarik seperlima harta pengikut untuk imam {khumus}. Membahayakan akhlak karena boleh berdusta {taqiyah} dan menjadi tukang caci maki dan laknat {kepada Abu Bakar, Umar, Utsman dan istri-istri Nabi}. Hati dengki dan mulut kotor. Syiah mengkafirkan Ahlus Sunnah, maka kebencian dan takfir nya itu akan sampai pada penghalalan darah Ahlus Sunnah. Itulah yang terjadi di Irak dan Suriah, juga di Yaman. Sering di putar balikkan fakta seolah Ahlus Sunnah adalah kaum yang gemar mengkafir-kafirkan {takfiri} padahal sesungguhnya tak ada bawaan ajaran yang habitatnya mengkafir-kafirkan selain syiah. Dan gerakan syiah adalah gerakan takfiri.
Syiah di Indonesia nyata-nyata membahayakan keutuhan umat, bangsa dan negara. Menurut DR. Abdul Choer Ramadhan, SH. MH. MM. Seorang cendikiawan muda sunni, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan:
1. Perkembangan syaih yang pesat dan ofensif dengan semangat menafikan kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman bahkan melaknatnya serta menghina istri-istri Nabi baik melalui da’wah, tarbiyah, maupun ritual-ritual Asyuro, Iedul ghadir, dan lainya serta menyerang Ahlus Sunnah sebagai nawashib pasti akan mendapat perlawanan dari umat Islam yang berbasis Ahlus Sunnah {sunni} dan hal ini mengakibatkan gesekan atau konflik yang semakin masif pula. Tercatat telah tejadi 30 an kali konflik di Indonesia, dengan durasi tertinggi di Jawa Timur. Kasus Ad Dzikra beberapa waktu yang lalu diyakini bukan yang terakhir, esok lusa bisa terjadi konflik yang lebih besar. Ummat Islam semakin resah atas perkembangan syiah yang semakin terang-terangan dan sangat arogan seolah sudah merasa mendapat dukungan politik nasional dan global.
2. Pemahaman keliru bahwa syiah sekedar mazhab dalam Islam telah terjawab dengan kiprah habitatnya sebagai gerakan politik. Lahir dari konflik politik, membawa ajaran dendam politik, dan imamah adalah rukun teologis dan politis untuk merebut kekuasaan politik. Dusta besar jika ada statemen syiah bukan gerakan politik. Apa yang terjadi di Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman adalah bukti eskalasi gerakan dari teologis ke politis. Tentunya berjuang ke militer. Malaysia dan Indonesia adalah sasaran berikutnya dari dunia Islam yang hendak diubah peta politiknya. Menurut DR. Abdul Choer diawali dengan menanamkan keyakinan syiah adalah agama yang benar, di luar syiah tidak selamat lalu melakukan pemutarbalikkan fakta sejarah, melakukan politik pencitraan, menanamkan kecintaan berlebihan kepada Ahlul Bait, ritual Karbala dan Iedul Ghadir sebagai doktrin politik untuk menuju Revolusi syiah di negara-negara sunni. Sebagai gerakan politik bukan hal yang mustahil syiah di Indonesia ke depan akan menggumpalkan diri dalam sebuah partai politik.

3. Peran besar Negara Iran di Indonesia dalam mendukung gerakan syiah di Indonesia tak bisa dipungkiri. Bahkan sebenarnya Iran telah melanggar kedaulatan Negara Indonesia. Dengan bahasa “kerjasama” sebenarnya Iran telah Ikut campur terhadap berbagai aspek budaya, keagamaan, ekonomi dan politik dalam negeri. Hal ini wajar saja karena doktrin “ekspor Revolusi Iran” masih berjalan hingga kini. DR. Abdul Choer juga menyebutkan pilar ideologi syiah Iran di manifestasikan dalam doktrin ideologi imamah {tidak beriman mati kafir}, Revolusi imam Husein {membangun gerakan perlawanan militer}, Revolusi Iran {ekspor Revolusi ke negara Sunni} dan Marja At Taqlid {menjadi bagian wilayah Al-Faqih syiah Iran}. Dengan demikian baik ormas ABI maupun IJABI beserta yayasan-yayasan syiah yang tersebar di seluruh Indonesia telah menjadi bagian dari perjuangan bersama di bawah komando kedutaan besar republik Iran di Jakarta. Lalu untuk memperluas ruang gerak para mullah yang datang ke Indonesia menjalin hubungan dan kerjasama, biasa menggunakan baju Negara “rezim syiah” Irak atau Afganistan. Hakekatnya ya itu itu juga yaitu konsolidasi ideologi dan syiahisasi.
4. Syiah di Indonesia sebagai minoritas sering berlindung di bawah payung HAM dan eksistensi berdasarkan kemajemukan. HAM yang hanya dimaknai sebagai perlindungan terhadap minoritas adalah ketidakadilan, karena dengan dasar itu seolah-olah minoritas bisa berbuat apa saja termasuk melecehkan ajaran yang dianut oleh mayoritas. Ketika mayoritas mereaksi dan membela keyakinannya dengan menyerang prilaku minoritas, munculah stigma intoleran. Buruknya lagi adalah penafian klasifikasi mayoritas dan minoritas atas dasar prinsip kesetaraan dan kemajemukan. Pada paradigma seperti inilah syiah sering secara licik berteriak-teriak. Lalu dimana posisi HAM mayoritas untuk membela keyakinan yang dinodai oleh kelompok yang berlindung atas HAM minoritas. Telah terjadi kesalahan fundamental dalam memaknai HAM universal yang sebenarnya secara subyektif dijadikan alat perjuangan untuk mengubah peta keumatan dan juga kebangsaan. Inilah bahaya yang turut mengancam bangsa Indonesia yang moderat, damai, dan menjunjung tinggi nilai keadilan ini.
5. Syiah dengan doktrin Imamah yang bersemangat merebut kekuasaan di bawah ideologi transnasional rahbar Iran jelas-jelas menentang ideologi nasional pancasila. Sama halnya dengan ideologi transnasional komunis dibawah kendali Rusia dan China. Ketika komunis mulai eksis kembali sinarnya di Indonesia dan dunia sebagai kekuatan global, maka permasalahan baru datang dengan munculnya sinar baru di dunia Muslim yaitu Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah. Empat pilar kebangsaan yaitu pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika tidak akan bisa nyambung dengan gerakan teologi dan politik syiah di Indonesia. Jika pun diterima, itu hanya kepura-puraan sebelum gerakannya menjadi kuat {taqiyyah}. Posisi 4 pilar ini digoyang-goyang untuk diruntuhkan oleh pilar lain yaitu imamah, UUD Repubilk Iran, menjadi bagian wilayah al-Faqih syiah Iran dan semangat Revolusi darah Imam Husein. Peringatan Asyura dan Iedul Ghadir adalah ritual teror menyerang keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Penguatan aspek spiritualitas syiah di perjuangkan dalam pergaulan sosial dengan strategi politik yang awalnya bersifat nirmiliter berjuang pada konflik yang bersifat militer. Politik divide et impera kekuatan global sangat memungkinkan untuk memberi peluang bagi pengutan gerakan syiah di Indonesia hingga menjadi kekuatan militer. Secara embriotik hal ini sudah terasa.
Wallahu ‘Alam.
sumber;https://www.facebook.com

Syiahisasi di Indonesia


Kelompok syiah melakukan penyesatan kepada kalangan Ahlus Sunnah terutama yang masih lemah memegang aqidah dilakukan secara masif dengan dukungan yang besar. Menurut DR. Abdul Choir Ramadhan pada bab VIII dalam bukunya khusus membahas “proses sistemik syiahisasi”. Menurutnya, kelembagaan penyebaran da’wah syiah di Indonesia marak semenjak jatuhnya shah Iran dan tampilnya Khomeini menjadi pemimpin tertinggi Iran. Dua sayap dalam gerakan syiah di Indonesia yaitu Lembaga Komunikasi Ahlul Bait {LKAB} yang kemudian berubah menjadi Ahlul Bait Indonesia {ABI} yang berpusat di Jakarta dan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia {IJABI} yang berpusat di Bandung. Dikordinasikan oleh Islamic Cultural Center {ICC} dibawah Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Iran di Jakarta. Menurutnya syiahisasi dilakukan melalui tiga tahap, pertama menanamkan keraguan transmisi agama melalui jalur sahabat. Kedua, ditanamkan rasa kebencian kepada istri Nabi dan sahabat. Ketiga, internalisasi ideologi imamah. Tim peneliti MUI pusat menyatakan ada 6 poros pengembangan syiah yaitu poros Jakarta dan sekitarnya, poros Pekalongan-Semarang, poros Jogyakarta, poros Bangil dan Pasuruan, poros Bandung dan poros luar Jawa. Dilakukan melalui pendidikan, pengajian {husainiyat}, pengembangan ekonomi, serta politik. Seratus yayasan yang tersebar dari Aceh sampai Papua dibentuk untuk mewadahi gerakan. Tokoh syiah pun menyusup di berbagai instansi, organisasi dan partai politik. Munculnya tokoh utama syiah Jalaluddin Rakhmat menjadi anggota parlemen, nyatanya telah memberi hikmah luar biasa bagi umat Islam Indonesia, yakni kejelasan bahwa sudah sampai fase apakah sebenarnya gerakan syiah itu saat ini. Allah telah bukakan tabir taqiyah agar umat lebih waspada dan tak bisa berleha-leha lagi.

Pun demikian dengan apa yang dikemukakan Habib Achmad bin Zein Al-Kaff ulama NU Jawa Timur mengenai pola syiahisasi melalui jalur pendekatan perlu menjadi perhatian kita bersama, “para tokoh syiah sangat pro aktif melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh NU, Muhammadiyah, cendikiawan muslim, maupun para habaib. Mereka ini lalu diundang untuk berkunjung ke Iran melihat keberhasilan Revolusi Iran yang dicetuskan oleh Khomeini. Termasuk juga mereka siap membantu kebutuhan organisasi maupun kebutuhan pribadi dari para tokoh tersebut. Jadi mereka telah ditamasyakan dan dicuci otaknya baik dari segi fikiran maupun materialnya saat berkunjung ke Iran. Sesampainya di Indonesia, para tokoh tersebut tetap dipantau oleh orang-orang syiah. Efeknya, para tokoh tersebut hanya berani mau berkomentar mengenai hal-hal yang positif saja. Sedangkan mengenai aqidahnya yang jelas-jelas sesat dan menyimpang, mereka tidak berani berkomentar. Bahkan mereka ini angkat bicara dan membela syiah jika ada orang lain yang menyerang syiah.”
Lembaga strategis untuk program syiahisasi adalah sekolah, pesantren, universitas atau husainiyat. Agar mendapat perlindungan hukum dan dapat leluasa bergerak maka dibentuklah berbagai yayasan. Begitu juga ABI dan IJABI terdaftar sebagai ormas. Kajian-kajian keagamaan mengundang para mullah dari Iran, Irak, atau afganistan yang rezim pemerintahnya jelas-jelas didominasi oleh syiah. Dimulai dengan metode taqrib antara suni-syiah. Berlanjut ke mengkritisi sumber dan dasar-dasar suni serta menguatkan dalil syiah dengan membangun doktrin kecintaan para Ahlul Bait. Barulah faham imamah diinternalisasikan menjadi ideologi perjuangan. Bersatu sebagai gerakan global, ideologi transnasional dibawah kepemimpinan negara syiah Iran. Dari sekedar teologis menjadi ideologis. Lalu penyesatan dilakukan dengan strategi politik yang biasa jika didalamnya ada propaganda, provokasi, lobby, bantuan ekonomi, bahkan infiltrasi dan bribery {penyuapan}.
Ketika muncul keyakinan bahwa syiah itu menyesatkan dari jalan lurus beragama dan ketika syiah ditempatkan pada ajaran yang bukan ajaran Islam, maka proses penyesatan di segala bidang itu pada hakikatnya adalah proses pemurtadan. Tentu bukan hal yang dapat dianggap ringan akibat dan dampak-dampaknya.
Wallahu ‘alam.
sumber;https://www.facebook.com

Kamis, 01 Oktober 2015

Mengenal Aisyah binti Muzahim dan Maryam binti Imran

Bismillahi arrahman arrakhim,

Para perempuan ahli surga yang diceritakan dalam Al Qur'an ada dua nama yaitu istri Fir'aun dan Maryam binti Imran.

Asiyah binti Muzahim merupakan istri Fir'aun


Di dalam Al Qur'an di kisahkan tentang seorang perempuan istri dari pemimpin kerajaan Mesir yang sangat lembut dan dia menyembunyikan keimanannya, pada saat Musa as lahir, Fir'aun memerintahkan kepada seluruh rakyat Mesir untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang baru lahir, kemudian ibunda Musa as memutuskan untuk menghanyutkan bayi Musa as ke sungai nil, yang kemudian ditemukan oleh istri Fir'aun. Dengan ketulusan dan kelembutannya dia berkata kepada suaminya, Fir'aun, "ia biji mataku...janganlah kamu membunuhnya, barangkali ia akan bermanfaat bagi kita, atau kita menjadikannya sebagai anak." Fir'aun pun tidak bisa menolak permintaan istrinya untuk memelihara bayi Musa as. 
Keangkuhan dan kecongkakan serta kesewenang-wenangan sangat melekat dalam kepribadian dan karakter Fir'aun, "Bukankah aku memiliki kerajaan Mesir...." bukan hanya memiliki negara Mesir tapi juga menguasai dengan mutlak seluruh warganya. Hal ini mempengaruhi jiwa rakyatnya dan tidaklah mengherankan, jika penghinaan mendominasi hubungan antara penguasa dengan rakyatnya.
Dan ketika Musa as telah diangkat menjadi rasul dengan congkaknya Fir'aun menegaskan kepada Musa as dan Harun as, saudaranya, "Aku tidak mengetahui Tuhanmu, kecuali aku..."
Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan Asiyah binti Muzahim ditengah keluarga yang dibangunnya dengan Fir'aun, sebagai istri seorang penguasa yang berkarakter dan berkepribadian angkuh, otoriter dan sombong tanpa keimanan. Di tengah kehadiran bayi Musa as dan keluarganya membuat Asiyah semakin kuat mempertahankan dan menyembunyikan keimanannya. Dalam bergelimang kekayaan dan kenikmatan hidup dia tidak terbawa oleh godaan nafsu duniawi, dan dia pun bermohon dalam do'anya, "Ya Tuhanku, dirikanlah bagiku di sisi Mu sebuah rumah di surga..."
Kekayaan, kekuasaan dan berbagai gemerlap kehidupan sebagai istri penguasa Mesir, Fir'aun, tidak membuat Asiyah meninggalkan Tuhannya. Namun Asiyah menjauhi semua bisikan materi kemewahan dan kekuasaan itu, dengan berpikir jangka panjang dalam dimensi yang lebih jauh ke depan, "Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu)."
Hati yang beriman dan akal yang lurus, tidak akan tertipu dan terhanyut untuk menjauh dari tali Allah, hati dan pikiran serta tindakannya akan terpelihara dengan erat dalam keridho'an dan karunia Nya.
Sebagai istri Fir'aun, Asiyah dalam posisi tidak berdaya untuk menolak kejahatan dan gangguan darinya.  Namun ia tetap tegak mempertahankan keimanannya, naluri dan indranya menjauh dari gemerlap materi dan meninggi menuju dimensi keimanannya.
Dalam keterbatasannya Asiyah pun bermohon, "Selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Agar aku tidak tenggelam dalam sungai rayuan dan bah kezalimannya. dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, dari pembesar dan pengikutnya yang hanya mendukung berbagai tindakannya yang buruk, amoral dan sewenang-wenang".
Allah swt memelihara Asiyah sebagai perempuan yang beriman sampai kekuasaan Fir'aun dikalahkan oleh Musa as.
Kisah Asiyah binti Muzahim tidak tersebut jelas dalam Al Qur'an, hanya disebutkan sebagai perempuan istri Fir'aun, nama Asiyah sendiri bersumber dari hadits nabi Muhammad saw.
Kisah Asiyah binti Muzahim, istri Fir'aun, tersebut dalam ayat-ayat Allah swt yang menerangkan tentang Musa as dan Harun as, merupakan suri tauladan bagi para perempuan muslimah bahwa keimanan bukanlah proses jual beli dengan kekayaan, kekuasaan dan gemerlap kehidupan dalam berbagai kemudahan fasilitasnya. Memelihara keimanan dalam dimensi berpikir untuk jangka panjang, dan kedewasaan membuat hidup kita menjadi lebih tenang dan terpelihara dalam kebenaran dan keselamatan dari kezaliman dan keburukan dunia.


Maryam binti Imran, putri dari keluarga Imran.

Kisah Maryam binti Imran tertulis dengan jelas dalam Al Qur'an,
Maryam terlahir dari seorang ibu yang shaleh, keluarga Imran merupakan keluarga kecil yang sangat merindukan kehadiran seorang anak, do'a ibunya saat Maryam dalam kandungannya,

"..sesungguhnya aku menazarkan bagi Mu anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat di Baitul Maqdis." (3:35)

Ketika bayi itu lahir dan seorang perempuan, sang ibu pun berkata dengan penuh rasa syukur dan kejernihan hati dan berdo'a :

"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku melindungkannya serta anak-anak keturunannya kepada pemeliharaan Mu dari setan yang terkutuk." (3:36)

"Maka Tuhannya menerimanya sebagai nazar dengan penerimaan yang baik, mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dan Allah menjadikan Zakaria sebagai pemeliharanya."
Nabi Zakaria adalah ayah Yahya as, suami bibi Maryam, maka setelah Imran, ayahnya meninggal, Maryam pun di asuh oleh nabi Zakaria, ia hidup dalam keadaan suci dan bersih. Ia pun diliputi oleh rahmat dan kasih sayangnya. Maryam hidup dalam mihrab, ia hidup dalam keadaan suci dan bersih, beribadah dan berdo'a, bermunajad dalam suasana yang jernih hingga kedua matanya mengarah kepada cahaya kebenaran, dan ia pun diliputi rahmat Nya.
"Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia temukan rezeqi di sisinya. Dengan heran Zakaria pun bertanya, "Maryam, dari mana kau memperoleh (makanan) ini?"
Zakaria bertanya karena ia tidak membawa apa-apa untuknya, sementara Maryam tinggal sendiri di mihrabnya, maka Maryam pun menjawab dengan tanpa keraguan, "Makanan itu berasal dari sisi Allah", dan dengan tegas Maryam melanjutkan, "Sesungguhnya Allah memberi rezeqi kepada siapa yang dikehendaki Nya tanpa perhitungan." (3:37)

itulah sikap tawajjuh yang ada pada Maryam, keyakinan akan do'a dan rahmat Nya.
Maryam tumbuh dalam pemeliharaan Zakaria, sampai tibalah saatnya peranan yang lebih besar dipersiapkan bagi Maryam.

"Dan ingatlah kisah Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam tubuhnya roh Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda kekuasaan Allah yang besar bagi semesta alam." (21:91)

"Dan ingatlah Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh ciptaan Kami dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab Nya, dan adalah dia termasuk orang yang taat." (66:12)

"Dan ceritakanlah kisah Maryam di dalam Al Qur'an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur."
"maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka, lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna."
"Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa."
Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya aku ini hanyalah utusan Tuhan mu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci."
Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina."
Jibri berkata, "Demikianlah". Tuhan mu berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi Ku, dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan."
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan."
Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, "Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu."
"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini." (19: 16 - 26)

Dari surat Maryam ayat 16 sampai 26 di atas dapat kita rasakan bagaimana Maryam menjalani masa-masa sulit menghadapi dan menjalankan ketentuan Allah swt, namun Maryam tidak mengeluh karena ia telah menyerahkan segalanya kepada Allah swt yang melakukan segala apa yang dikehendaki Nya, pengatur segala urusan dengan hikmah dan taqdir Nya. Namun setelah kandungannya membesar dan dia pun tidak bisa menyembunyikan keadaan dirinya dan rasa sakit yang dirasakannya saat tiba waktunya melahirkan membuatnya berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan."

Begitulah keadaan dan suasana hati Maryam, menghadapi lingkungannya dan kaumnya, dapat kita bayangkan kegundahan dan kesedihannya. Sampai akhirnya turunlah perintah Allah swt melalui Jibril memerintahkan Maryam berpuasa tidak berbicara dengan mereka sampai hari kelahiran anaknya.

Ketika bayi yang dikandungnya telah lahir, yaitu Isa as, Maryam pun masih mendapati kaumnya mempertanyakan tentang kesucian dan kehormatannya.
"Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar."
"Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina."
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"
Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali."

Semoga sikap yang ditunjukkan oleh kedua orang perempuan ahli surga ini, yang digambarkan dalam sosok Asiyah binti Muzahim dan Maryam binti Imran membuat kita semakin memahami tugas-tugas dan kewajiban kita sebagai muslimah dan menambah kekuatan iman kita menghadapi dan menyikapi lingkungan kita saat ini yang berkembang pesat dengan berbagai kemudahan, hedonisme, euforia teknologi dunia maya, jejaring sosial dan kemajuan lainnya yang apabila kita tidak berpatokan pada Dinnullah akan semakin membawa kita kepada keburukan dan kerusakan moral. Dan karena perempuan adalah aset terbesar, dari jumlahnya, maka apabila aset itu mempunyai kualitas yang baik akan memberikan kontribusi bagi ummat manusia. Karena perempuan adalah induknya masyarakat, kualitas masyarakat tergantung kualitas para perempuannya.
sumber; http://jangansedihbunda