Selasa, 30 Juni 2015

Sikap Kita terhadap Munculnya Perbedaan Pendapat dan Aliran-Aliran

(((((((( Assalamu'alaikum Wr.Wb.)))))
Sikap Kita terhadap Munculnya Perbedaan Pendapat dan Aliran-Aliran
Sebagian besar umat Islam bingung melihat kenyataan adanya berbagai macam perbedaan pendapat, apalagi banyaknya aliran-aliran. Sikap apakah yang harus kita ambil menghadapi kenyataan seperti ini?
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan petunjuk kepada cahaya iman, din yang lurus, agama Islam, melalui hamba pilihan-Nya, Muhammad saw. Dan yang telah meneguhkan hati para hamba-Nya yang teguh dalam memegang akidah yang lurus. Selawat dan salam teriring kepada teladan kita, Rasulullah Muhammad saw., Nabi yang terakhir; juga kepada para keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang teguh mengikuti ajaran dan akidahnya sampai akhir zaman, amin
Berkembangnya gerakan (harakah) aliran-aliran sempelan di Indonesia yang telah tersebar luas di penjuru tanah air sudah sangat meresahkan masyarakat. Pengaruh ajarannya telah dapat mengubah gaya dan cara hidup (way of life) bagi pengikutnya. Gerakan mereka sangat halus dan pintar, sehingga tidak semua orang dapat mengetahui, terlebih memahami bahwa pemahamannya bertentangan dengan pemahaman para ulama generasi salaf (ULAMA TERDAHULU) DAN(BUKAN DLM ALIRAN SALAFY), yang merupakan generasi sebaik-baik umat. Hanya dengan petunjuk, taufik, dan hidayah Allah SWT kita dapat menempuh jalan yang lurus.
Isyarat munculnya berbagai penyimpangan dan munculnya aliran-aliran menyesatkan telah disabdakan oleh Rasulullah saw., "Akan keluar suatu kaum akhir zaman, orang-orang muda berpaham jelek. Mereka banyak mengucapkan perkataan "khairil bariyah" (maksudnya: mengucapkan firman-firman Tuhan yang dibawa oleh Nabi). Iman mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu lawanlah mereka." (Hadis sahih riwayat Imam Bukhari). Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw, pernah bersabda, "Sesungguhnya di masa kemudian aku akan ada peperangan di antara orang-orang yang beriman." Seorang sahabat bertanya, "Mengapa kita (orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: 'Kami telah beriman'." Rasulullah saw bersabda, "Ya, karena mengada-adakan di dalam agama, apabila mereka mengerjakan agama dengan pendapat pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pendapat pikiran, sesungguhnya agama itu dari Allah, perintah-Nya dan larangan-Nya." (Hadis riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah saw. telah mengabarkan kepada kita bahwa di masa kemudian akan ada peperangan (baik perang mulut, perang pemikiran, maupun perang fisik) yang terjadi di kalangan orang-orang yang beriman. Hal ini karena di antara umat ini sebagiannya ada yang mengadakan dan mengikuti bidah yang sebelumnya dalam agama tidak diajarkan. Dari sinilah terjadinya perbedaan-perbedaan dalam satu agama. Akan tetapi, tidak semua perbedaan-perbedaan itu dilarang dalam agama. Perbedaan dalam Islam dibolehkan dalam hal yang bersifat khilafiah, yaitu yang dalil-dalilnya masih diperselisihkan di kalangan para ulama. Adapun perbedaan yang dilarang adalah perbedaan dalam hal yang sudah jelas, yaitu masalah-masalah yang dalilnya telah jelas dapat dipahami oleh mayoritas ulama. Perbedaan pendapat di dalam Islam dapat dipahami dengan mudah seperti contoh berikut ini. Contoh dari perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan perpecahan. (((((Misalnya keyakinan tentang ALQURAN (AL-QUR'AN)))). Pemahaman yang benar menurut pemahaman para ulama salaf adalah bahwa ALQURAN itu kalamullah, ATAU FIRMAN Allah, bukan makhluk Allah. Jadi, jika ada yang berkeyakinan bahwa ALQURAN adalah makhluk, itu adalah keyakinan yang menyimpang. Karena dalil tentangnya telah jelas dan tidak diperselisihkan oleh para ulama, kecuali ulama yang menyimpang. Misalnya lagi, keyakinan tentang SIAPAKAH NABI DAN RASUL TERAKHIR. Jawaban dan keyakinan yang benar adalah bahwa Muhammad saw. adalah penutup para nabi dan rasul. Jika ada yang berkeyakinan bahwa setelah Nabi Muhammad ada nabi lagi, seperti golongan AHMADIYAH yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad dari India adalah sebagai nabinya, maka itu adalah keyakinan yang menyimpang. Karena dalil tentang berakhirnya kenabian pada Muhammad saw. telah jelas dan tidak diperselisihkan oleh para ulama, kecuali ulama yang menyimpang, seperti aliran Ahmadiyah. Misalnya lagi, keyakinan tentang MENGHUKUMI KAFIR TERHADAP ORANG LAIN. Jawaban dan keyakinan yang benar adalah bahwa orang kafir yang akan kekal di dalam neraka adalah orang yang tidak meyakini (dengan hati, lisan, perbuatan) akan LAA ILAAHAILLALAAH dan yang murtad keluar dari Islam. Apabila ada golongan atau aliran yang menuduh selain alirannya adalah kafir tanpa alasan yang jelas, seperti keyakinan jamaah LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan yang sejenisnya, maka keyakinan seperti itu adalah telah jelas menyimpang. Misalnya lagi, keyakinan tentang SALAT WAJIB LIMA WAKTU. Keyakinan yang benar adalah bahwa salat lima waktu hukumnya wajib, setelah syariat ini disampaikan oleh Allah kepada Rasulullah saw. dalam peristiwa Isra' Mi'raj. Jika ada aliran yang menyatakan bahwa salat lima waktu untuk saat ini tidak wajib, dengan berbagai alasan, seperti aliran Al-ZAYTUN yang pesantrennya sangat megah di Indramayu itu, maka keyakinan semacam itu telah jelas menyimpang. Dan, tentunya masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya
Contoh perbedaan pendapat yang tidak mengakibatkan perpecahan. Misalnya tentang masalah AZAN DALAM KHOTBAH JUMAT. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam pada saat mendirikan salat Jumat: ada yang azannya hanya sekali, ada yang dua kali. Ini adalah perbedaan pendapat karena historis dan interpretasi yang berbeda. Perbedaan semacam ini tidak bisa menjadikan alasan satu pihak terhadap pihak lainnya menuduh sebagai aliran sesat. Inilah yang dimaksud perbedaan pendapat yang tidak dilarang. Perbedaan dalam hal ini dimaklumi.
Misalnya lagi, tentang masalah JUMLAH RAKAAT DALAM SALAT TARAWIH. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam pada saat mendirikan salat Tarawih: ada yang 11 rekaat, ada yang 23 rekaat, dan lain-lain. Ini juga perbedaan pendapat yang tidak mengakibatkan perpecahan. Perbedaan semacam ini tidak bisa dijadikan alsan bahwa salah satu pihak menuduh kepada pihak lain sebagai aliran sesat. Dan, tentu masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya.
Inilah beberapa contoh sederhana yang kami kemukanan (dengan semudah mungkin untuk dipahami) yang mungkin dapat memudahkan para pembaca untuk memahami perbedaan pendapat di dalam Islam.
Ijtihad ulama dalam masalah hukum itu seperti ijtihadnya orang yang mencari arah Kakbah. Bila empat orang salat dan setiap orang menghadap ke suatu arah yang ia yakini sebagai arah kiblat, maka salat keempat orang itu sah dan benar. Orang yang salat menghadap Kakbah dengan tepat hanya satu dan dialah yang mendapatkan dua pahala (pernah dituturkan oleh Syekh Islam Ibnu Taimiyah)
Sedangkan perbedaan seseorang di dalam menempuh jalan yang benar, beragama dengan akidah yang lurus, diibaratkan sebagai orang yang mencari Kakbah di hamparan bumi yang datar. Keempat orang yang salat dengan menghadap kepada arahnya masing-masing, meyakini arahnya benar menuju Kakbah, maka yang jalannya menuju kearah yang benar hanya satu, dialah yang akan menemukan Kakbahnya. Sedangkan yang lainnya, masing-masing yang satu berlawanan dan yang dua menyimpang, maka mereka tidak akan menemukannya, bahkan semakin jauh meninggalkannya. Demikian halnya dengan keyakinan yang telah benar-benar jauh menyimpang, maka keyakinan semacam itu termasuk golongan atau firqah sempalan. Aliran sempalan sekarang telah banyak bermunculan di seluruh penjuru dunia: dari Timur sampai ke Barat, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, dapat dilihat dalam banyak aliran, seperti: Ahmadiah dari India, Jamus (Jamaah Muslimin) dari Cilengsi Bogor, LK (Lembaga Karasulan), Isa Bugis, Syiah, kemudian LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia) dan masih banyak lagi aliran-aliran yang menyimpang.
Di dalam aliran sempalan seperti ini banyak dijumpai pemahaman agama yang menyimpang, karena mereka memahami agama dengan sekehendak para pimpinan atau para pendiri-pendirinya, dengan cara mengambil dalil-dalil yang sesuai dan diartikan sekehendak mereka. Mereka mempelajari ilmu tidak melalui jalur-jalur ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, bahkan di antara mereka terdapat aliran yang mengharamkan mempelajari ilmu di luar alirannya. Mereka benar-benar memiliki cara atau teknik yang dapat menjaring orang-orang awam, serta dengan rapi dapat pula membungkam para jamaahnya melalui dogma-dogma yang diajarkannya.
Telah kita ketahui bersama datangnya zaman penuh dengan fitnah, yaitu bertebarannya aliran-aliran sempalan yang menyesatkan. Oleh karena itu, kami mengajak kepada diri kami dan juga kepada Saudara-Saudara sekalian, tetaplah berpegang teguh dengan keimanan dan prinsip akidah yang lurus, yang mengikuti jejak para ulama yang lurus, sesuai pemahaman generasi salafus saleh yang selalu mengikuti petunjuk sunah Rasulullah saw. dan menetapi kewajiban bertakwa kepada Allah SWT.
Lantas, bagaimanakah seharusnya sikap kita sebagai seorang muslim, yang mengaku mengikuti sunah Rasulullah saw.?  Allah SWT berfirman yang artinya, " dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)." (Al-An'aam: 153). Seorang tokoh tabi'in dan ahli tafsir, Abu al-Hajjaj Mujahid bin Jabar Al-Makki, berkata, "Jalan-jalan yang dimaksud dalam firman Allah tersebut adalah jalan-jalan bidah dan syubhat." Dari Al-Irbadh bin Suriyah r.a. berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda, "Saya berpesan kepada kamu sekalian, hendaklah kamu takut kepada Allah dan mendengarkan serta patuh, sekalipun kepada bangsa Habsy, karena sesungguhnya orang yang hidup antara kamu sekalian di kemudian aku, maka akan melihat perselisihan yang banyak; maka dari itu hendaklah kamu sekalian berpegang kepada sunahku dan sunah para khulafah yang menetapi petunjuk yang benar; hendaklah kamu pegang teguh akan dia dan kamu gigitlah dengan geraham-geraham gigi, dan kamu jauhilah akan perkara-perkara yang baru diada-adakan, karena sesungguhnya semua perkara yang baru diadakan itu bidah, dan semua bidah itu sesat." (HR Ahmad).
Allah SWT berfirman, "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian." (An-Nisaa': 59).
Dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah kepada suatu umat sebelumku, melainkan dari umatnya itu terdapat orang-orang yang menjadi pengikut dan sahabatnya, yang mengamalkan sunahnya dan menaati perintahnya. (Dalam riwayat lain dikatakan, "Mereka mengikuti petunjuknya dan menjalankan sunahnya.") "Kemudian setelah terjadi kebusukan, di mana mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan. Maka orang-orang yang memerangi mereka dengan lidahnya, niscaya dia termasuk orang-orang yang beriman. Demikian juga dengan orang yang memerangi mereka dengan hatinya, niscaya dia termasuk orang yang beriman. Selain itu, maka tidak ada keimanan sebesar biji sawi pun." (HR Imam Muslim). Nabi saw. bersabda, "Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bidah sesudah aku (Rasulullah saw.) tiada, maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bidah mereka. Dengan demikian, Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat." (HR Ath-Thahawi).
Kita telah diajarkan untuk tidak berlemah-lembut kepada kelompok aliran yang menyimpang dan menyesatkan, dan jika ingin mencari keutamaan, salah satunya adalah berdakwah dengan menjelaskan penyimpangan ajaran orang-orang yang telah membuat keyakinan baru agar orang-orang mengetahuinya. Sesungguhnya setiap muslim harus memprioritaskan husnudhan (prasangka baik) kepada sesama muslim, dan juga di dalam menyifati orang lain harus adil. Akan tetapi, tidaklah semua keadaan disikapi demikian, ada keadaan perkecualian, sebagaimana dicontohkan seperti kisah sebagai berikut. "Dikatakan kepada Nabi saw: "Ya Rasulullah, sesungguhnya fulanah menegakkan salat lail, berpuasa di siang harinya, beramal dan bersedekah (tetapi) ia menyakiti tetangganya dengan lisannya." Bersabda Rasulullah saw., "Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka." Berkata (perawi), "Sedangkan fulanah (yang lain) melakukan salat maktubah dan bersedekah dengan benaja kecil (tetapi) dia tidak menyakiti seseorang pun." Maka bersabda Rasulullah saw., "Dia termasuk ahli surga." (Silsilah Hadits as-Shahihah, no. 190). Dalam hal ini, kata-kata Nabi "Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka" (padahal orang yang dikatakannya adalah orang yang rajin mengerjakan syariat) adalah kata-kata yang berupa lontaran cerca. Kemudian terhadap perbuatan orang yang kedua, Nabi saw. hanya menyebut kebaikannya tanpa menyinggung kejelekannya.  Allah SWT juga mengisahkan Abu Lahab dan istrinya dengan lima ayat dalam Alquran yang isinya kejelekan semuanya, padahal keduanya (sedikit atau banyak) juga mempunyai kebaikan, bahkan Abu Lahab termasuk tokoh yang dihormati dan disegani di kalangan kaum Quraisy. Maka dalam membicarakan kebaikan dan keburukan orang atau golongan, ada perkecualiannya. Adapun perkecualian itu secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua keadaan.
DALAM RANGKA NASIHAT DAN PERINGATAN UMAT Pada keadaan ini, ketika menyebutkan keburukan seseorang/golongan, tidak ada keharusan untuk menyebutkan kebaikannya. Bahkan, yang demikian itu cukup menyebutkan keburukannya saja, misalnya membicarakan ahli bidah. Misalnya Ahmadiyah, LDII, dan yang sejenisnya, aliran yang banyak sekali penyimpangannya, di antaranya mengada-adakan syariat dengan mengharuskan setiap orang harus berbaiat kepada imam jamaahnya, jika tidak, maka mereka menganggap kafir. Jadi, kita (dan Anda seluruhnya) yang tidak ikut jamaah mereka dianggap kafir. Kita berlindung kepada Allah dari tuduhan mereka, semoga mereka kembali dalam pemahaman yang benar.
DALAM RANGKA MENJELASKAN ATAU MENGISAHKAN SESUATU  Dalam keadaan ini, menyebutkan kebaikan dan keburukan orang atau golongan tertentu secara bersamaan diperbolehkan, selama tidak menimbulkan madarat, misalnya saja menyebutkan sifat seorang perawi hadits. Adapun mengenai perincian ghibah (membicarakan kejelekan orang lain) yang diperbolehkan, Imam Nawawi dalam kitab dan juz yang sama hlm. 142-143 mengatakan, "Akan tetapi ghibah itu diperbolehkan karena enam sebab." Di antaranya, dua telah disebutkan di atas. Allah SWT telah berfirman bahwa Dia-lah yang menjaga Alquran (agama ini) sampai waktu yang dikehendaki-Nya. Allah menjaganya melalui hamba-hamba yang beriman yang teguh di dalam mengikuti jejak dan ajaran Rasulullah saw. Rasulullah saw telah menjamin akan adanya segolongan umat yang tetap atas kebenaran hingga hari kiamat. Rasulullah saw. telah bersabda, "Akan ada segolongan dari umatku yang tetap atas kebenaran sampai hari kiamat dan mereka tetap atas kebenaran itu." (HR Imam Bukhari). "Akan tetapi ada dari kalangan umatku sekelompok orang yang terus-menerus menjelaskan dan menyampaikan kebenaran, sehingga orang yang ingin menghinakan tidak akan mendatangkan mudarat bagi mereka sampai datang putusan Allah (hari Kiamat)." (HR Imam Muslim). Umat tersebut adalah umat yang telah disebut di atas, golongan yang masih mengikuti sunah-sunah Rasulullah saw. Itulah umat yang akan selamat, yaitu golongan Ahli Sunnah wal-Jamaah. Semoga kita termasuk ke dalamnya, amin.
Kepada Saudara-Saudara sekalian, termasuk siapa saja yang masih merasa bingung dan ragu karena telah mengikuti pengajian suatu aliran, hendaknya janganlah langsung menerima dan meyakini doktrin-doktrin dari aliran sempalan yang pemahamannya bersimpangan jauh dengan para ulama yang lurus. Hati-hatilah dalam mengambil pemahaman ilmu-ilmu keagamaan. Jangan sampai membawa ember untuk menimba air di selokan yang keruh dan kotor. Lebih amannya, untuk mencari kebenaran atau menjaga akidah yang lurus itu, hendaklah kita selalu berdoa dengan ikhlas mencari kebenaran yang sejati. Allah Maha memberi petunjuk kepada hambanya. Tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya siapa yang Allah tunjuki jalan yang lurus. Tiada pula yang dapat menunjukkan jalan yang lurus, siapa yang Allah sesatkan jalannya. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan petunjuk dan semoga kita termasuk orang yang ditunjukkan dan menempuh jalan yang lurus dengan taufik dan hidayah-Nya, amin............................ <<>>>

sumber;wiyyan

                    FAROBBI 554G

Senin, 29 Juni 2015

Akibat Buka Puasa Bersama

Ramadhan merupakan bulan penuh berkah dan satu-satunya bulan yang diperintahkan untuk berpuasa. Bicara soal puasa pasti tidak akan jauh dengan yang namanya sahur dan berbuka karena sahur adalah sebagai pembuka dan berbuka adalah berakhirnya puasa pada satu hari.
Di Kalangan anak muda tentu sudah menjadi trend di setiap ramadhan akan selalu ada yang namanya buka puasa bersama atau biasa disebur bukber,bubar,dll, baik itu hanya berupa kumpul-kumpul biasa atau bahkan sampai berupa suatu acara yang terstruktur seperti reunian, pengajian dan lain sebagainya. Namun ternyata terkadang berbuka bersama meninggalkan nilai-nilai dari ibadah itu sendiri, karena berdasarkan pengalaman banyak hal-hal melenceng yang terjadi saat pelaksanaan buka bersama.
Beberapa hal yang menjadi sorotan saya pribadi antara lain :
1. Menunda mendirikan shalat maghrib atau bahkan melalaikannya
Hal ini yang paling sering terjadi dan hampir ada di setiap sesi buka bersama, apalagi ketika berbuka di tempat makan atau di dalam pusat perbelanjaan yang ramai dan jauh dari tempat shalat. Orang akan cenderung melaksanakan makan berat dahulu dibanding dengan mendirikan shalat maghrib yang seharusnya tidak ada yang ditinggalkan antar keduanya, dengan dalih makanan sudah dihidangkan maka orang-orang lebih baik mendahulukan makan baru kemudian shalat. Dan yang terjadi selanjutnya adalah acara makan bersama hingga mendekati waktu isya dan baru selesai pada waktu isya sehingga hilanglah sudah waktu shalat maghrib.
2. Melalaikan shalat isya dan taraweh berjamaah
Kehilangan shalat isya dan taraweh di masjid merupakan suatu resiko ketika mengikuti acara buka puasa bersama, acara buka bersama dan bertemu dengan kawan lama tentunya hal yang jarang terjadi dan merupakan suatu momen berharga sehingga tidak akan disia-siakan begitu saja dan biasanya akan berlangsung berlarut-larut hingga malam atau bahkan tengah malam dan dengan kondisi lelah setelah berbuka, ketika sampai rumah langsung istirahat dan melalaikan shalat.
3. Membicarakan orang
Acara kumpul-kumpul pasti selalu ada kegiatan yang namanya ngobrol dan ngobrol ini bisa jadi membicarakan orang, sambil menunggu buka ngomongin orang, dan setelah buka pun masih membicarakan orang lain. Lalu dimana pahala puasanya ?
4. Pemborosan
Alih-alih ingin menabung dan berhemat di bulan Ramadhan nampaknya hanya sebuah impian semata, karena ternyata di bulan Ramadhan dengan adanya buka bersama justru memunculkan problematika pada keuangan berupa pemborosan. Karena berbuka di tempat-tempat makan yang pastinya harganya gak ramah kantong anak kos bisa menjadikan suatu ancaman untuk kelangsungan hidup. Akibat berbuka dengan yang mewah-mewah mengakibatkan suatu kontradiksi pada saat sahur, akhirnya sahur dengan menu standar anak kosan yaitu nasi + indomie.
Ini hanya merupakan asumsi pribadi saya selaku seorang manusia dan hamba yang menjalani ibadah puasa, tentulah kondisi di setiap tempat akan berbeda-beda. Sekarang bagaimana kita bisa menyempurnakan ibadah puasa dan jangan sampai berbuka malah menjadi penggugur pahala-pahala puasa yang telah kita raih selama sehari berpuasa. Jauhi yang mungkar dan raih setiap hikmah dari pengalaman yang kita dapatkan saat ini.
Sekian dari saya, semoga bermanfaat

          sumber; http://faishal.wahidudd

                FAROBBI 554G

Dibalik fenomena Bukber yang kian menjadi "Trend" masyarakat sekarang


Segala perbuatan baik belum tentu bisa menjadi baik, kadang perbuatan baik yang tadinya harus menjadi pahala malah bisa mengakibatkan dosa dan diharamkan, perkara apakah itu?? yaitu perkara berlebihan dan lalai.
Ditengah maraknya aktivitas Bukber dikalangan masyarakat yang bahkan sudah menjadi "Trend" baru sebagai life style untuk Bukber diluar, entah di kafe, kantin atau disuatu tempat, tapi tahu kan kalian kalau Bukber itu bisa saja menjadi haram jika Bukber ini menjadi ajang "Meninggalkan Ibadah Secara Berjamaah". 

Nah ini yang bahaya, banyak orang merencanakan Bukber lebih dari dua atau tiga orang, itu pun baru satu komunitas, belum lagi satu orang memiliki banyak komunitas, contohnya: Bukber sama temen alumni SD, SMP, SMA, Kampus, Temen se-RT atau sama Pacar. Bahkan tak kalah beberapa restoran memberikan menu dan harga khusus Bukber, tapi kalian harus perhatikan Sholat Maghrib yang kebanyakan ditinggalkan saat Bukber. Contoh aja nie, Kalian dateng sebelum maghrib karena takut kehabisan tempat duduk, setelah adzan kalian langsung deh makan-makan, ngobrol, bercanda dan akhirnya tiba-tiba adzan Isya.
Kalau udah kaya gitu, boro-boro sholat Tarawih, sholat maghrib aja enggak, dan bahayanya itu dilakukan berjamaah, entah siapa yang bertanggung jawab di acara Bukber untuk menanggung dosanya hehe.. Tapi itu semua harusnya bisa disiasati dengan apik, Bisa aja kan kita sholat gantian, atau adakan sholat berjamaah dan tarawih berjamaah ketika Bukber, wahhh mantap itu. Selain mempererat tali silaturahmi, kita pun bisa ibadah berjamaah.. itu baru namanya Bukber yang bener.

So, buat kalian semua, Bukber enggak haram sebenernya, tapi kalau malah meninggalkan kewajiban cuma karena mengutamakan Makanan dan Kebersamaan itu jadi Haram, karena kalian sudah melalaikan dan meninggalkan Sholat. Selamat Bukber Temen-temen :)
sumber;http://www.ikhsanramadhan

Jumat, 26 Juni 2015

Tinjauan Singkat Tentang Agama Syi’ah

JUDUL-EDISI6
Penyusun: Ustadz Muhammad Hadi hafidzahullah
Keberadaan Syiah, acap kali mengusik tatanan dalam peradaban Islam. Beragam sisi pandang turut dikemukakan dalam menyikapinya di berbagai belahan dunia. Hingga kini, Syiah masih dipahami oleh sebagian masyarakat sebagai sebuah madzab dalam Islam. Masih dianggap sekedar beda fikih dengan keumuman kaum muslimin. Padahal, agama bentukan seorang Yahudi ini demikian sarat dengan ajaran menyimpang.
Tulisan berikut ini mengetengahkan sejumlah penyimpangan mereka yang termuat dalam kitab-kitab ulama Syiah itu sendiri. Sebuah tinjauan singkat yang bersentuhan langsung dengan akidah umat Islam.
Al-Qur’an Menurut Agama Syiah
Ulama Syiah bernama Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini dalam kitabnya al- Kafi (kitab tersebut bagi kaum Syiah seperti kedudukan Shahih Bukhari bagi kaum muslimin), meriwayatkan secara dusta atas Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, bahwasanya beliau berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril kepada Muhammad ` berjumlah 17.000 ayat.” (Ushul al-Kafi 2/134)
Artinya, hampir 2/3 bagian telah hilang dari al-Qur’an yang ada ditangan umat Islam menurut agama Syiah. Dengan kata lain, al-Qur’an milik Syiah (Mushaf Fathimah) dua kali lebih banyak dari kitab suci umat Islam.
Ulama Syiah bernama al-Majlisi berkata seusai menyebutkan beberapa riwayat, “Sesungguhnya berita ini dan masih banyak lagi berita yang shahih, dengan jelas menyebutkan terjadi kekurangan dan perubahan pada al-Qur’an.” (Mir’atul ‘Uqud 12/525)
Para Sahabat menurut Agama Syiah
Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini meriwayatkan secara dusta atas Abu Ja’far Muhammad bin Ali al-Baqir, bahwasanya beliau berkata, “Manusia telah murtad setelah wafatnya Nabi kecuali tiga orang.” Beliau ditanya, “Siapakah ketiga orang itu?” Beliau menjawab, “Miqdad bin Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi.” (al-Kafi 12/321-322, beserta Syarh Jami’, karya al-Mazindarani)
Bahkan, ketiga sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut tidak pula selamat dari celaan kaum Syiah. Mereka meriwayatkan secara dusta atas Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya beliau berkata, “Seandainya Abu Dzar mengetahui isi hati Salman, niscaya dia akan membunuhnya.” (Rijal al-Kisysyi, hlm. 17)
Kaum Syiah menyebutkan hadits palsu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Wahai Salman, kalau ilmumu diberikan kepada Miqdad, niscaya dia akan menjadi kafir. Wahai Miqdad, kalau ilmumu diberikan kepada Salman, niscaya dia akan menjadi kafir.” (Rijal al-Kisysyi, hlm. 11)
Para Istri Nabi menurut Agama Syiah
Ulama Syiah yang bernama at-Thusi menyebutkan secara dusta atas Ibnu Abbas, bahwasanya beliau berkata kepada Aisyah, “Engkau tidak lain adalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah `.” (Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal, hlm. 57-60)
Ali bin Ibrahim al-Qummi, ulama Syiah menerangkan sebab turunnya ayat ke-28 dari surah al-Ahzab, “Sebab turun ayat itu ketika Rasulullah ` pulang dari Perang Khaibar, beliau membawa harta keluarga Abul Haqiq. Maka mereka (para istri Nabi) berkata, “Berikan kepada kami apa yang engkau dapatkan.” Beliaupun bersabda, “Aku akan bagikan kepada kaum muslimin sesuai dengan perintah Allah.”
Dia lalu melanjutkan, “Marahlah mereka (mendengar itu) lalu berkata, “Sepertinya engkau menganggap kalau sekiranya engkau menceraikan kami, maka kami tidak akan menemukan para lelaki berkecukupan yang akan menikahi kami.” Maka Allah menenteramkan hati Rasul-Nya dan memerintahkan untuk berpaling dari mereka. Akhirnya beliaupun meninggalkan mereka.” (Tafsir al-Qummi 2/192)
Umat Islam menurut Agama Syiah
Diriwayatkan secara dusta atas Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, bahwa beliau berkata, “Darahnya (seorang muslim) adalah halal (untuk ditumpahkan). Akan tetapi saya mengingatkan, jika engkau mampu merobohkan tembok kepadanya, atau menenggelamkannya di dalam air agar orang lain tidak menyaksikan kejadian tersebut, maka lakukanlah.” (‘Ilal as- Syara’i’, hlm. 601)
Ulama Syiah pada masa ini bernama Ayatullah Khumaini berkata, “Pendapat yang paling kuat adalah menghukumi an- Nawashib (umat Islam) sebagaimana Ahlul Harb (orang kafir yang diperangi), yang boleh diambil hartanya sebagai ghanimah (harta rampasan perang), dan dikeluarkan seperlimanya (dari harta itu). Bahkan yang nampak, hartanya boleh dirampas dimanapun berada dan wajib untuk mengeluarkan seperlimanya.”(Tahrirul Wasail 1/352)
Yusuf al-Bahrani, ulama Syiah menegaskan, “Seorang muslim secara umum adalah tidak boleh dirampas hartanya dari segi hukum Islam. Hal ini bertentangan dengan pernyataan kelompok yang berada di atas kebenaran (Syiah), baik salaf (terdahulu) maupun khalaf (sekarang), bahwa hukum an-Nashib (seorang muslim) adalah kafir, najis, hartanya boleh diambil, bahkan diperbolehkan untuk dibunuh.” (al-Hadaiq an-Nadhirah 12/323-324)
Para Imam menurut Agama Syiah
Al-Imamah (kepemimpinan) adalah doktrin Syiah tentang wajibnya meyakini kepemimpinan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu beserta anak keturunannya (12 imam), dengan menampakkan permusuhan atas para penentangnya serta mengafirkan mereka.
Ni’matullah al-Jazairi, ulama Syiah berkata, “Ke-imamah-an yang bersifat umum merupakan kedudukan di atas tingkatan kenabian dan kerasulan.” (Zahrur Rabi’, hlm. 12)
Al-Majlisi, ulama Syiah berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya Syiah Imamiyyah (Rafidhah) bersepakat atas kemaksuman para imam -’alaihimus salam-dari berbagai dosa, yang kecil maupun yang besar. Mereka sama sekali tidak memiliki dosa, baik secara sengaja, lupa, keliru dalam penakwilan, maupun Allah yang menjadikannya lalai.” (Biharul Anwar 25/211)
Taqiyyah menurut Agama Syiah
Taqiyyah versi Syiah adalah menampakkan sesuatu dengan menyelisihi yang disembunyikan, atau menyatakan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang mereka sembunyikan. Tujuannya adalah agar kaum muslimin tidak mengetahui penyimpangan mereka. Dengan kata lain, taqiyyah adalah perbuatan dusta dan persaksian palsu.
Diriwayatkan secara dusta atas Ali bin Musa ar-Ridha, bahwa beliau berkata, “Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak melakukan taqiyyah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling banyak melakukan taqiyyah.” Ada yang bertanya kepadanya, “Wahai anak Rasulullah, sampai kapan?” Dia menjawab, “Sampai waktu yang telah ditentukan, yaitu munculnya al-Qaim (imam Mahdi). Barang siapa meninggalkan taqiyyah (baca; dusta) sebelum munculnya al-Qaim, maka dia bukan dari golongan kami.” (Ikmal ad-Din, hlm. 355)
Ibadah Haji menurut Agama Syiah
Diriwayatkan secara dusta atas Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, bahwasanya beliau berkata, “Seandainya aku beritakan kepada kalian tentang keutamaan ziarah ke kuburannya (Husain bin Ali) dan keutamaan kuburannya, niscaya kalian akan meninggalkan amalan haji. Tidak ada seorangpun dari kalian yang akan menunaikan haji.”
Beliau lalu melanjutkan, “Celaka engkau, tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah telah menjadikan tanah Karbala sebagai tanah suci yang aman dan penuh berkah sebelum Makkah dijadikan sebagai tanah suci.” (Biharul Anwar 33/101)
Amalan Jihad menurut Agama Syiah
Diriwayatkan secara dusta atas Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, bahwa beliau berkata, “Setiap bendera (jihad) yang dikibarkan sebelum munculnya al-Qaim al- Mahdi, maka pengibarnya adalah thaghut yang diibadahi selain Allah.” (al-Kafi 8/295)
Diriwayatkan secara dusta pula atas Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, bahwa beliau pernah ditanya mengenai para mujahidin yang berperang di daerah perbatasan. Beliau menjawab, “Celaka bagi orang-orang yang mempercepat kematiannya di dunia maupun di akhirat. Demi Allah, tidaklah mati syahid kecuali bagi kelompok kita (Syiah), walaupun mati di atas tempat tidurnya.” (Wasail asy- Syi’ah 11/21)
Penjelasan Para Ulama 4 Madzhab
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku belum pernah mengetahui ada yang melebihi Rafidhah (Syiah) dalam persaksian palsu.” (Mizanul I’tidal, karya adz-Dzahabi 2/27-28)
Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata, “Aku tidak melihat dia (orang Syiah yang mencela Abu Bakar, Umar, dan Aisyah) itu sebagai orang Islam.” (as- Sunnah, karya al-Khallal 1/493)
Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata, “Mereka (Syiah) itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menjatuhkan Nabi namun tidak mampu. Akhirnya, mereka mencela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa beliau (Nabi Muhammad) seorang yang jahat. Sebab, kalau memang beliau adalah orang saleh, niscaya para sahabatnya orang-orang saleh pula.” (ash- Sharimul Maslul, karya Ibnu Taimiyyah rahimahullah, hlm. 580)
Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah pernah ditanya tentang darimana hendaknya mempelajari riwayat-riwayat hadits. Beliau menjawab, “Dari setiap orang yang adil dalam menyikapi hawa nafsunya, kecuali kaum Syiah. Karena sesungguhnya pokok dari berbagai akidah mereka adalah menyesatkan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.” (al- Kifayah Fi ‘Ilmir Riwayah, karya al- Khathib al-Baghdadi, hlm. 126)
Seruan terbuka untuk Umat Islam
Para pembaca yang mulia, penilaian tentang Syiah sebenarnya sudah final. Para ulama sejak dahulu telah melakukan penelitian yang mendalam. Kajian ilmiah yang tidak dicampuri kepentingan politik. Ajaran Syiah yang awalnya disuarakan oleh Abdullah bin Saba’ al-Himyari berketurunan Yahudi di akhir pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Mereka berkeinginan untuk menghancurkan Islam dengan cara meruntuhkan sendi-sendinya.
Kita selayaknya berdoa agar Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan hidayah, taufiq, dan kekuatan-Nya kepada pemerintah Indonesia. Sehingga mereka bisa memberikan kebijakan yang berguna bagi kaum muslimin terkait permasalahan Syiah ini. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Sumber :http://www.darussalaf.or.id

Kamis, 25 Juni 2015

Bismillahirrahmaanirrahim.
Hal yang paling menyedihkan adalah hari ini.ALQURANKU tertinggal.lalu hatiku terusik,sebenarnya apa yang tertinggal?alquranku?atau hafalanku?
Apa yang mesti aku pertanggung jawabkan di depan Allah nanti?aku menghafal kitabNya,untuk melupakannya?ah,benar benar aku ingin menangis,,apa yang harus aku katakan di depan Rabbku nanti,,,risau.sebenarnya ada 3 hal,,,,,,aku belum menjaganya,aku belum memahaminya secara syumul,dan lebih parah lagi aku belum mengamalkannya,,,,untuk apa sebenarnya dulu aku menghafal?apa motifnya?aku benar benar merasa Allah tengah menguji keikhlasanku.dengan kualitas hafalan yang masih minim pun Allah mengujiku dengan berbagai hal duniawi .aku malu ya Allah. Teguhkan langkah ini ,jagalah firman firmanMu yang ada dalam dadaku,pelihara ia,sirami ia dengan rahmatMu…….inna lahu lahaafidzuun.faghfirliyy…..jadikan lillah sebagai satusatunya motif.inspirasi tertinggi…..aku mahluk yang lemah,,hanya kepadaMu kami berubudiyyah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan.qur’aaaaaaaaaaaaan aku rinduuuuuu.


    FAROBBI  554G
Bismillahirrahmanirrahim,

Bukanlah tentang bagaimana kalian saling memandang, namun bagaimana tentang kalian melihat ke arah yang sama, dan berjalan ke arah yang sama.

Kalian sadar bahwa kalian tidak akan mampu menghadapi perjalanan tersebut sendirian melainkan kau butuh seseorang untuk berjalan disisimu, yang saling membantu, saling meringankan, dan saling mengarahkan dalam perjalanan menggapai Ridha-Nya.

Cinta karena Allah tidaklah selalu membutuhkan beragam kesamaan diantara kalian. Namun yang terpenting adalah kesamaan prinsip dan tujuan, yaitu menggapai ridha AllahSubhanahu wa ta'ala dalam dirimu

Cinta Karena Allah tidak akan membuatmu berpikir sempit, justru kau akan berpikir lebih jauh ke depan, lebih matang, lebih dewasa, dan ke arah yang lebih serius…!!

Kau tidak akan berpikir dan membayangkan apabila kalian sudah pacaran, namun kau sudah berpikir ke arah pernikahan.

Karena kau sadar bahwa ia jauh lebih kokoh, suci, berarti dan bermakna di hadapan Allah daripada sekedar pacaran.

Cinta itu tumbuh secara tak terduga. Terkadang kau berpikir bahwa kau LEBIH BAIK mencintai orang yang kau SUKA.

Namun ketika HATImu PATAH kau seolah tak akan mampu dan tak sanggup berbuat apa-apa. (sempit sekali pikiranmu)

Jika kau sudah terlanjur "Patah" Biarlah perlahan-lahan hatimu tenang bersama waktu, bersama dengan masa yang akan menghapusnya dari pikiranmu. Dan jangan ulangi kesalahanmu

Namun ketika HATImu membenarkan CINTA PALSU, kau justru akan dibuat kebingungan karenanya.

Kau harus berpikir ulang sebelum kau benar-benar masuk dalam jurang Zina yang HINA dengan mengatakan dialah cintaku yang sebenarnya dan kau menghalalkan sendiri dengan label "PACARAN" untuk saling mengenal
NAUDZUBILLAH MINDZALIK

Cinta karena Allah adalah ketika kau mengerti, tak hanya kelebihan dari orang itu yang kau lihat, namun juga MEMAHAMI dan MENERIMA kekurangan-kekurangan yang dimilikinya.

Sungguh pun kau baru boleh mengatakan bahwa "aku mencintainya" setelah kau benar-benar HALAL dalam ikatan suci Pernikahan

Cinta karena Allah itu bukan penilaian pada penampilan dan kecantikan.

Adakalanya kau akan lebih mencintai sebongkah Arang Hitam daripada sebutir intan yang berkilauan.

Karena sesungguhnya kau sadar bahwa kau membutuhkan sebuah kehangatan yang mampu mengusir rasa dingin dari jiwamu. Lebih daripada sekedar keindahan yang ternyata membuatmu HANCUR

Cinta karena Allah itu TIDAK akan tumbuh dari kecantikan / ketampanan seseorang. Namun KECANTIKAN / KETAMPANAN seseorang justru akan tampak ketika kau mencintaiNya.

Adalah bagaimana kau bisa mencintainya karena akhlak dan agamanya, bukan pada rupa, harta, ataupun nasabnya. Karena dengan inilah kau bisa menepis kefakiran, kehinaan, ketidak bahagiaaan, dan kemudian menggantinya dengan kemuliaan yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa ta'ala

Cinta karena Allah akan membuatmu merasa tidak perlu memiliki meskipun dalam hatimu kau sangat ingin.

Cinta karena Allah tidak akan menggiringmu pada jurang kemaksiatan.

Cinta karena Allah menjadikan kau mampu melihat kekurangan-kekurangan dirimu untuk kemudian memperbaikinya.

Dan setelah kau Pantas. InsyaAllah jodohmu akan datang dari arah mana saja, dari arah yang tidak disangka-sangka.
Aamiin...
     FAROBBI 554G

sumber;http://ukhtifah.abata

Sejarah Kemunculan Syi’ah

Secara fisik, sulit dibedakan antara penganut Islam dengan Syi’ah. Akan tetapi jika diteliti lebih dalam terutama dari sisi akidah, perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga tidak mungkin disatukan..
Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela dan pengikut seseorang, selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul diatas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61 karya Azhari dan Taajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi)
Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin, begitu pula sepeninggal beliau (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm)
Syiah mulai muncul setelah pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahana, muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat islam pun berpecah-belah.
Pada masa kekhalifahan Ali juga muncul golongan syiah akan tetapi mereka menyembunyikan pemahaman mereka, mereka tidak menampakkannya kepada Ali dan para pengikutnya.
Saat itu mereka terbagi menjadi tiga golongan.
  1. Golongan yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ketika mengetahui sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di depan pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan, “Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda:
    من بدل دينه فاقتلوه
    Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia
  2. Golongan Sabbah (pencela). Ali mendengar tentang Abu Sauda (Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah mencela Abu Bakar dan Umar, maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan bahwa Ali mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri
  3. Golongan Mufadhdhilah, yaitu mereka yang mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda,
    خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر
    Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”.
    Riwayat semacam ini dibawakan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Muhammad bin Hanafiyyah bahwa ia bertanya kepada ayahnya, siapakah manusa terbaik setelah Rasulullah, ia menjawab Abu Bakar, kemudian siapa? dijawabnya, Umar.
Dalam sejarah syiah mereka terpecah menjadi lima sekte yang utama yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat dan Ismailliyah. Dari kelima sekte tersebut lahir sekian banyak cabang-cabang sekte lainnya.
Dari lima sekte tersebut yang paling penting untuk diangkat adalah sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu hingga saat ini senantiasa berjuang keras untuk menghancurkan islam dan kaum muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini terus berusaha menyebarkan berbagai macam kesesatannya, terlebih setelah berdirinya negara syiah, Iran yang menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi.
Rafidhah menurut bahasa arab bermakna meninggalkan, sedangkah dalam terminologi syariat bermakna mereka yang menolak kepemimpinan abu bakar dan umar, berlepas diri dari keduanya, mencela lagi menghina para sahabat nabi.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar.” (ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hlm. 567, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)
Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)
Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari berkata, “Tatkala Zaid bin ‘Ali muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka beliaupun mengatakan kepada mereka:
رَفَضْتُمُوْنِي؟
Kalian tinggalkan aku?
Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36).
Pencetus paham syiah ini adalah seorang yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin saba’ al-himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya secara terang-terangan, ia kemudian menggalang massa, mengumumkan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (menurut persangkaan mereka).
Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).
Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Ali yang mengetahui sikap berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan membakar mereka yang tidak mau bertaubat, sebagian dari mereka melarikan diri.
Abdullah bin Saba’, sang pendiri agama Syi’ah ini, adalah seorang agen Yahudi yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah umat Islam oleh orang-orang Yahudi untuk merusak tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal kemunculannya adalah akhir masa kepemimpinan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Kemudian berlanjut di masa kepemimpinan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dengan kedok keislaman, semangat amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah), ia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat (bahkan kufur) yang ia tebarkan di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Akibatnya, sang Khalifah terbunuh dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat diantara para sahabat pun terjadi. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 8/479, Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz hlm. 490, dan Kitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123)
Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Karena tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah, sekte syiah yang paling ringan kesalahannya.
[Disusun dari dari berbagai sumber, di antaranya kitab Al-Furqon Bainal Haq Wal Batil tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, judul bahasa indonesia “Membedah Firqoh Sesat” penerbit Al-Qowam]
sumber;http://muslim.or.id

Selasa, 23 Juni 2015

CINTA DALAM DIAM



Cinta dalam diamku. . .
Haruskah kau tahu jika aku mencintaimu?
KU RASA TIDAK!

Karena cinta itu tak bisa terungkap agar bisa
terlihat. . .
Ia hanya bisa dirasa dalam hati. . .
Bukan aku tak berani mengurai,
Tapi aku takut salah dalam
menempatkannya. . .
Karena apa yang menurutku baik,belum
tentu baik menurut-Nya. . .
Aku ingin yang terbaik untuk Robb ku. . .

Sebenarnya. . .
Acuhku bukan berarti mengabaikanmu. . .
Diamku bukan berarti tak mengingatmu. . .
Karena aku pun insan biasa.

Ada perasaan. . .
Ada keinginan. . .
Ada harapan. . .
Namun aku merasa diri belum pantas untuk
itu. . .
Biar rasa ini tercipta,
Kusimpan disudut hati. . .
Hanya Allah saja yang tahu,
Ku terbangkan sayap angan ke angkasa
disertai tadahan tangan,
Agar nafsu tak menyeretku inginkan cinta,
akan kucari namamu di sepertiga
malamku. . .
Aku harap kaulah yang tertulis di Lauhul
Mahfudz untukku. . .
Jikapun bukan. . .
Aku percaya takdir-Nya adalah yang Terbaik.



farobbi 554G

Teruntuk Sahabat Terbaikku, yang Kini Enggan Bertegur Sapa Denganku

Aku dan kamu adalah sepasang sahabat yang punya hubungan erat. Tapi tak bisa dipungkiri, kita pun pernah saling menyakiti hingga sekarang enggan bertegur sapa lagi.
Hubungan kita ibarat seutas benang yang semakin berusaha diurai, semakin kusut. Setelah beberapa lama, tak inginkah kamu memperbaiki hubungan kita? Mengulang waktu dan semua momen indah yang pernah dilalui bersama? Mencoba saling memaafkan dengan mulai dari sekadar bertegur sapa?

Tak pernah kusangka kita akan tertimpa masalah sampai harus terpisah. Hingga kini, kita saling sibuk menuduh satu sama lain sebagai pihak yang salah

I’m sorry, okay? via claritywithcharity.com
Semuanya masih baik-baik saja. Sampai suatu ketika aku bersikap terlalu kekanak-kanakan hingga membuatmu kesal. Kita berdebat hingga tak segan saling bertukar kata-kata kasar. Aku dan kamu sama-sama tak sadar bahwa kita sudah saling menyakiti. Kita melakukan apa yang seharusnya tak terjadi pada sepasang sahabat sejati.
Tapi setelah pertengkaran hebat ketika itu, aku mantap sejenak menjauh darimu. Aku butuh waktu untuk berpikir dan menelisik segala yang terjadi antara aku dan kamu. Awalnya, aku tetap merasa jadi pihak yang benar. Meski sikapku kekanak-kanakan, setidaknya kamu bisa sedikit bersabar seperti biasanya. Memilih untuk tak terbawa emosi saat menanggapiku, lalu membuatnya semuanya membaik lagi.


Aku tepekur diam. Walau di luar biasa-biasa saja, sebenarnya aku selalu mengingat momen yang kita lalui bersama sebelum pertengkaran

aku yang meremang dalam diam
aku yang meremang dalam diam via www.chickensmoothie.com
Aku sadar bahwa setiap masalah tidak akan bisa selesai dengan sendirinya. Kita harus sama-sama berusaha memperbaiki keadaan untuk bisa kembali pada hubungan kita yang sebelumnya. Tanpa salah satu dari kita yang mau melangkah lebih dahulu, kita akan terus terjebak dalam hubungan yang buntu.
Di titik ini, aku tak lagi memusingkan siapa salah dan siapa yang benar. Apakah aku yang terlalu kekanak-kanakan atau kamu yang kelewat emosional. Aku paham bahwa dalam pertengkaran kita tak ada kalah dan menang. Meminta maaf lebih dulu bukan berarti menyerah dalam peperangan. Toh siapa juga yang berperang, kita hanya sedang terjebak dalam salah paham, bukan?
“Aku mantap melangkah ke arahmu. Memberanikan diri menyapamu lebih dulu meski dengan gerak tubuhku yang kaku.”


Memaafkan memang tak mudah. Tapi, setidaknya aku ingin berusaha untuk tak cepat menyerah

tapi aku tak akan mudah menyerah
tapi aku tak akan mudah menyerah via favim.com
Aku hafal betul sikap dan sifatmu. Bertahun-tahun jadi sahabatmu, aku cukup tahu bahwa kamu bukan orang yang mudah memaafkan. Ketika seseorang melakukan kesalahan terhadapmu atau menggoreskan sakit di hatimu, kamu akan baik-baik mengingat hal itu. Kamu memang tak menyimpan dendam, tapi bukan berarti pula semua mudah dilupakan.
Meski kecil kemungkinan kamu akan menyambut baik permintaan maafku, setidaknya aku lega lantaran sudah berusaha. Aku pun lebih lega lagi karena sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Bagiku, persahabatan kita terlalu berharga jika dibiarkan terjebak dalam salah paham lalu berakhir tanpa penyelesaian.


Hubungan kita bukannya tak bisa dibangun ulang. Aku dan kamu dapat kembali berteman asal mampu berdamai dengan keadaan.

kita hanya harus berdamai dengan keadaan via rebloggy.com
Kesalahpahamanan dan emosi yang tak terkendali berhasil mengantar kita di titik ini. Menciptakan jarak yang begitu asing antara aku dan kamu yang bahkan sebelumnya tak pernah berjarak sama sekali.
“Apakah hubungan kita sudah benar-benar hancur? Mungkinkah tak bisa diperbaiki? Haruskah aku dan kamu sama-sama mencari sahabat yang lain lagi?”
Jujur aku tak rela merelakan semuanya. Kamu sudah kuanggap sebagai saudara meski kita tak lahir dari rahim yang sama. Kamu adalah kakak atau adik yang tak dipilihkan Tuhan untukku, melainkan kupilih sendiri. Jika akhirnya kita sampai dalam kondisi seperti ini, aku hanya berharap agar kamu segera menemukan jalan untuk pulang kembali.

Usahaku tak akan putus-putus untuk kamu, sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Aku berjanji untuk menyapamu lagi setelah hari ini, mungkin besok atau lusa nanti

sampai kita bertemu lagi via photography.widenhuge.com
Aku akan memilih bersabar, alih-alih menyerah dan menganggap hubungan kita sudah bubar. Meski sampai hari ini permintaan maafku belum diterima dan kalimat-kalimat sapaan dariku belum juga mendapat jawabannya, aku tak akan menyerah begitu saja.
Aku yakin bahwa jauh dalam lubuk hatimu ada niat yang sama baiknya. Walaupun belum bisa kamu utarakan, suatu saat akan tiba waktumu mengabarkan. Kamu akan bilang,
“Aku sudah memaafkanmu, kuharap kamu pun memaklumi sikapku.”

Dari aku, orang yang berharap bisa terus jadi sahabatmu

Jumat, 12 Juni 2015

Cara Mengatasi/Menghilangkan Banjir dengan Membuat Hutan dan Rawa Buatan



Yang menjadi penyebab banjir semakin hari semakin parah adalah akibat dari hilangnya tempat-tempat penyimpanan air hujan yang turun dari langit.  Hujan yang turun mengalir begitu saja ke sungai menuju ke laut.  Masalah akan muncul ketika sungai yang ada tidak mampu menampung debit air yang masuk ke dalamnya.  Jika itu terjadi, maka daerah sekitar sungai yang rendah pun akan menjadi perluasan areal sungai.  Area perluasan sungai yang terbentuk secara alami bukan tidak mungkin dapat mengenai daerah-daerah yang didiami oleh manusia atau yang dikelola oleh manusia.

Apabila air yang masuk ke sungai tidak begitu banyak, serta sungai yang ada tidak terlalu dangkal, maka banjir tidak akan terjadi.  Semua air akan dapat ditampung oleh sungai atau kali yang ada sehingga tidak menimbulkan dampak yang merusak.  Pada jaman dahulu ketika hutan ada di mana-mana mungkin banjir tetap terjadi karena sungai tidak mampu menampung semua air yang datang.  Jika itu yang terjadi maka sebaiknya daerah rawan banjir yang didiami manusia dan yang dikelola masyarakat dikuasai oleh pemerintah demi menyelamatkan rakyat dari bencana banjir yang bisa datang kapan saja.

Hutan dapat menjadi spon air yang sangat efektif.  Guguran daun, ranting dan batang pohon yang membusuk akan menjadi lantai hutan yang siap menampung air dalam jumlah yang cukup banyak.  Dengan demikian maka tumbuhan hutan pun akan dengan mudah mendapatkan pasokan air untuk kebutuhan hidupnya.  Hewan-hewan hutan pun sudah pasti akan turut mengkonsumsi air yang ada di sekitar hutan.

Saat ini ada banyak hutan yang gundul dan lahan kritis yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.  Jika hutan yang hilang dan lahan yang tidak produktif dijadikan hutan, maka air hujan yang turun dapat tertahan di hutan buatan tersebut.  Jika ditambah dengan membuat rawa-rawa buatan, maka akan hal tersebut akan menjadi lebih baik lagi.  Semakin banyak hutan dan rawa maka akan semakin baik.  Yang jelas, manusia harus dijauhkan dari hutan dan rawa tersebut agar tidak dirusak.  Hanya orang-orang yang diperbolehkan saja yang diberikan izin untuk memanfaatkan hutan dan rawa yang ada.

Jika pemerintah kekurangan dana dan tenaga untuk membuat hutan buatan dan rawa buatan dari hutan gundul dan tanah lahan kritis maka sebaiknya serahkan saja kepada masyarakat luas.  Biarkan rakyat indonesia maupun warga negara lainnya turut serta memperbaiki lingkungan yang telah rusak parah.  Pemerintah tinggal memberikan dana semampunya dan juga bimbingan bagi orang-orang yang ingin berpartisipasi melestarikan lingkungan.  Pemerintah dapat membuka kotak sedekah khusus untuk kegiatan pelestarian alam tersebut yang disodorkan kepada warga masyarakat indonesia dan dunia internasional yang tidak dapat turut serta datang langsung ke lokasi pembuatan hutan dan rawa-rawa buatan.

Setelah program ini berhasil pemerintah jangan lagi dengan begitu mudahnya memberikan izin pengelolaan hutan kepada pengusaha karena harus melalui pengawasan yang ketat via satelit agar masyarakat bisa melihat langsung bagaimana permainan pengusaha yang mendapatkan hak untuk mengelola hutan.  Pemerintah beserta warga masyarakat sekitar lokasi pun juga memiliki andil untuk menjaga hutan dan rawa-rawa buatan tersebut agar tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.  Dengan demikian maka air hujan yang merupakan berkah dari Tuhan akan tetap menjadi berkah karena tidak menimbulkan bencana apa pun ke pada manusia dan makhluk hidup lainnya.