(((((((( Assalamu'alaikum Wr.Wb.)))))
Sikap Kita terhadap Munculnya Perbedaan Pendapat dan
Aliran-Aliran
Sebagian besar umat Islam bingung melihat kenyataan adanya berbagai
macam perbedaan pendapat, apalagi banyaknya aliran-aliran. Sikap apakah
yang harus kita ambil menghadapi kenyataan seperti ini?
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan petunjuk kepada cahaya
iman, din yang lurus, agama Islam, melalui hamba pilihan-Nya, Muhammad
saw. Dan yang telah meneguhkan hati para hamba-Nya yang teguh dalam
memegang akidah yang lurus. Selawat dan salam teriring kepada teladan
kita, Rasulullah Muhammad saw., Nabi yang terakhir; juga kepada para
keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang teguh mengikuti
ajaran dan akidahnya sampai akhir zaman,
amin
Berkembangnya gerakan (harakah) aliran-aliran sempelan di Indonesia yang
telah tersebar luas di penjuru tanah air sudah sangat meresahkan
masyarakat. Pengaruh ajarannya telah dapat mengubah gaya dan cara hidup
(way of life) bagi pengikutnya. Gerakan mereka sangat halus dan pintar,
sehingga tidak semua orang dapat mengetahui, terlebih memahami bahwa
pemahamannya bertentangan dengan pemahaman para ulama generasi salaf
(ULAMA TERDAHULU) DAN(BUKAN DLM ALIRAN SALAFY), yang merupakan generasi
sebaik-baik umat. Hanya dengan petunjuk, taufik, dan hidayah Allah SWT
kita dapat menempuh jalan yang lurus.
Isyarat munculnya berbagai penyimpangan dan munculnya aliran-aliran
menyesatkan telah disabdakan oleh Rasulullah saw., "Akan keluar suatu
kaum akhir zaman, orang-orang muda berpaham jelek. Mereka banyak
mengucapkan perkataan "khairil bariyah" (maksudnya: mengucapkan
firman-firman Tuhan yang dibawa oleh Nabi). Iman mereka tidak melampaui
kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana meluncurnya
anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu
lawanlah mereka." (Hadis sahih riwayat Imam
Bukhari). Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw, pernah bersabda,
"Sesungguhnya di masa kemudian aku akan ada peperangan di antara
orang-orang yang beriman." Seorang sahabat bertanya, "Mengapa kita
(orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu
sama berkata: 'Kami telah beriman'." Rasulullah saw bersabda, "Ya,
karena mengada-adakan di dalam agama, apabila mereka mengerjakan agama
dengan pendapat pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pendapat
pikiran, sesungguhnya agama itu dari Allah, perintah-Nya dan
larangan-Nya." (Hadis riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah saw. telah mengabarkan kepada kita bahwa di masa kemudian
akan ada peperangan (baik perang mulut, perang pemikiran, maupun perang
fisik) yang terjadi di kalangan orang-orang yang beriman. Hal ini karena
di antara umat ini sebagiannya ada yang mengadakan dan mengikuti bidah
yang sebelumnya dalam agama tidak diajarkan. Dari sinilah terjadinya
perbedaan-perbedaan dalam satu agama. Akan tetapi, tidak semua
perbedaan-perbedaan itu dilarang dalam agama. Perbedaan dalam Islam
dibolehkan dalam hal yang bersifat khilafiah, yaitu yang dalil-dalilnya
masih diperselisihkan di kalangan para ulama. Adapun perbedaan yang
dilarang adalah perbedaan dalam hal yang sudah jelas, yaitu
masalah-masalah yang dalilnya telah jelas dapat dipahami oleh mayoritas
ulama. Perbedaan pendapat di dalam Islam dapat dipahami dengan mudah seperti
contoh berikut ini.
Contoh dari perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan
perpecahan.
(((((Misalnya keyakinan tentang ALQURAN (AL-QUR'AN)))). Pemahaman yang
benar menurut pemahaman para ulama salaf adalah bahwa ALQURAN itu
kalamullah, ATAU FIRMAN Allah, bukan makhluk Allah. Jadi, jika ada yang
berkeyakinan bahwa ALQURAN adalah makhluk, itu adalah keyakinan yang
menyimpang. Karena dalil tentangnya telah jelas dan tidak
diperselisihkan oleh para ulama, kecuali ulama yang
menyimpang. Misalnya lagi, keyakinan tentang SIAPAKAH NABI DAN RASUL TERAKHIR.
Jawaban dan keyakinan yang benar adalah bahwa Muhammad saw. adalah
penutup para nabi dan rasul. Jika ada yang berkeyakinan bahwa setelah
Nabi Muhammad ada nabi lagi, seperti golongan AHMADIYAH yang mengakui
Mirza Ghulam Ahmad dari India adalah sebagai nabinya, maka itu adalah
keyakinan yang menyimpang. Karena dalil tentang berakhirnya kenabian
pada Muhammad saw. telah jelas dan tidak diperselisihkan oleh para
ulama, kecuali ulama yang menyimpang, seperti aliran Ahmadiyah.
Misalnya lagi, keyakinan tentang MENGHUKUMI KAFIR TERHADAP ORANG LAIN.
Jawaban dan keyakinan yang benar adalah bahwa orang kafir yang akan
kekal di dalam neraka adalah orang yang tidak meyakini (dengan hati,
lisan, perbuatan) akan LAA ILAAHAILLALAAH dan yang murtad keluar dari
Islam. Apabila ada golongan atau aliran yang menuduh selain alirannya
adalah kafir tanpa alasan yang jelas, seperti keyakinan jamaah LDII
(Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan yang sejenisnya, maka keyakinan
seperti itu adalah telah jelas menyimpang.
Misalnya lagi, keyakinan tentang SALAT WAJIB LIMA WAKTU. Keyakinan yang
benar adalah bahwa salat lima waktu hukumnya wajib, setelah syariat ini
disampaikan oleh Allah kepada Rasulullah saw. dalam peristiwa Isra'
Mi'raj. Jika ada aliran yang menyatakan bahwa salat lima waktu untuk
saat ini tidak wajib, dengan berbagai alasan, seperti aliran Al-ZAYTUN
yang pesantrennya sangat megah di Indramayu itu, maka keyakinan semacam
itu telah jelas menyimpang. Dan, tentunya masih banyak lagi
contoh-contoh yang lainnya
Contoh perbedaan pendapat yang tidak mengakibatkan perpecahan.
Misalnya tentang masalah AZAN DALAM KHOTBAH JUMAT. Terjadi perbedaan
pendapat di kalangan umat Islam pada saat mendirikan salat Jumat: ada
yang azannya hanya sekali, ada yang dua kali. Ini adalah perbedaan
pendapat karena historis dan interpretasi yang berbeda. Perbedaan
semacam ini tidak bisa menjadikan alasan satu pihak terhadap pihak
lainnya menuduh sebagai aliran sesat. Inilah yang dimaksud perbedaan
pendapat yang tidak dilarang. Perbedaan dalam hal ini dimaklumi.
Misalnya lagi, tentang masalah JUMLAH RAKAAT DALAM SALAT TARAWIH.
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam pada saat mendirikan
salat Tarawih: ada yang 11 rekaat, ada yang 23 rekaat, dan lain-lain.
Ini juga perbedaan pendapat yang tidak mengakibatkan perpecahan.
Perbedaan semacam ini tidak bisa dijadikan alsan bahwa salah satu pihak
menuduh kepada pihak lain sebagai aliran sesat. Dan, tentu masih banyak
lagi contoh-contoh yang lainnya.
Inilah beberapa contoh sederhana yang kami kemukanan (dengan semudah
mungkin untuk dipahami) yang mungkin dapat memudahkan para pembaca untuk
memahami perbedaan pendapat di dalam Islam.
Ijtihad ulama dalam masalah hukum itu seperti ijtihadnya orang yang
mencari arah Kakbah. Bila empat orang salat dan setiap orang menghadap
ke suatu arah yang ia yakini sebagai arah kiblat, maka salat keempat
orang itu sah dan benar. Orang yang salat menghadap Kakbah dengan tepat
hanya satu dan dialah yang mendapatkan dua pahala (pernah dituturkan
oleh Syekh Islam Ibnu Taimiyah)
Sedangkan perbedaan seseorang di dalam menempuh jalan yang benar,
beragama dengan akidah yang lurus, diibaratkan sebagai orang yang
mencari Kakbah di hamparan bumi yang datar. Keempat orang yang salat
dengan menghadap kepada arahnya masing-masing, meyakini arahnya benar
menuju Kakbah, maka yang jalannya menuju kearah yang benar hanya satu,
dialah yang akan menemukan Kakbahnya. Sedangkan yang lainnya,
masing-masing yang satu berlawanan dan yang dua menyimpang, maka mereka
tidak akan menemukannya, bahkan semakin jauh meninggalkannya. Demikian halnya dengan keyakinan yang telah benar-benar jauh menyimpang,
maka keyakinan semacam itu termasuk golongan atau firqah sempalan.
Aliran sempalan sekarang telah banyak bermunculan di seluruh penjuru
dunia: dari Timur sampai ke Barat, termasuk di Indonesia. Di Indonesia,
dapat dilihat dalam banyak aliran, seperti: Ahmadiah dari India, Jamus
(Jamaah Muslimin) dari Cilengsi Bogor, LK (Lembaga Karasulan), Isa
Bugis, Syiah, kemudian LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia) dan
masih banyak lagi aliran-aliran yang menyimpang.
Di dalam aliran sempalan seperti ini banyak dijumpai pemahaman agama
yang menyimpang, karena mereka memahami agama dengan sekehendak para
pimpinan atau para pendiri-pendirinya, dengan cara mengambil dalil-dalil
yang sesuai dan diartikan sekehendak mereka. Mereka mempelajari ilmu
tidak melalui jalur-jalur ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan,
bahkan di antara mereka terdapat aliran yang mengharamkan mempelajari
ilmu di luar alirannya. Mereka benar-benar memiliki cara atau teknik
yang dapat menjaring orang-orang awam, serta dengan rapi dapat pula
membungkam para jamaahnya melalui dogma-dogma yang
diajarkannya.
Telah kita ketahui bersama datangnya zaman penuh dengan fitnah, yaitu
bertebarannya aliran-aliran sempalan yang menyesatkan. Oleh karena itu,
kami mengajak kepada diri kami dan juga kepada Saudara-Saudara sekalian,
tetaplah berpegang teguh dengan keimanan dan prinsip akidah yang lurus,
yang mengikuti jejak para ulama yang lurus, sesuai pemahaman generasi
salafus saleh yang selalu mengikuti petunjuk sunah Rasulullah saw. dan
menetapi kewajiban bertakwa kepada Allah SWT.
Lantas, bagaimanakah seharusnya sikap kita sebagai seorang muslim, yang
mengaku mengikuti sunah Rasulullah saw.?
Allah SWT berfirman yang artinya, " dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain)." (Al-An'aam: 153). Seorang tokoh tabi'in dan
ahli tafsir, Abu al-Hajjaj Mujahid bin Jabar Al-Makki, berkata,
"Jalan-jalan yang dimaksud dalam firman Allah tersebut adalah
jalan-jalan bidah dan syubhat." Dari Al-Irbadh bin Suriyah r.a. berkata, Rasulullah saw. pernah
bersabda, "Saya berpesan kepada kamu sekalian, hendaklah kamu takut
kepada Allah dan mendengarkan serta patuh, sekalipun kepada bangsa
Habsy, karena sesungguhnya orang yang hidup antara kamu sekalian di
kemudian aku, maka akan melihat perselisihan yang banyak; maka dari itu
hendaklah kamu sekalian berpegang kepada sunahku dan sunah para khulafah
yang menetapi petunjuk yang benar; hendaklah kamu pegang teguh akan dia
dan kamu gigitlah dengan geraham-geraham gigi, dan kamu jauhilah akan
perkara-perkara yang baru diada-adakan, karena sesungguhnya semua
perkara yang baru diadakan itu bidah, dan semua bidah itu sesat." (HR
Ahmad).
Allah SWT berfirman, "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian."
(An-Nisaa': 59).
Dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada
seorang nabi pun yang diutus Allah kepada suatu umat sebelumku,
melainkan dari umatnya itu terdapat orang-orang yang menjadi pengikut
dan sahabatnya, yang mengamalkan sunahnya dan menaati perintahnya.
(Dalam riwayat lain dikatakan, "Mereka mengikuti petunjuknya dan
menjalankan sunahnya.") "Kemudian setelah terjadi kebusukan, di mana
mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan
sesuatu yang tidak diperintahkan. Maka orang-orang yang memerangi mereka
dengan lidahnya, niscaya dia termasuk orang-orang yang beriman.
Demikian juga dengan orang yang memerangi mereka dengan hatinya, niscaya
dia termasuk orang yang beriman. Selain itu, maka tidak ada keimanan
sebesar biji sawi pun." (HR Imam Muslim).
Nabi saw. bersabda, "Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam
agamanya dan ahli bidah sesudah aku (Rasulullah saw.) tiada, maka
tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah lontaran
cerca dan tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka
tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang
dikhawatirkan meniru-niru bidah mereka. Dengan demikian, Allah akan
mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat."
(HR Ath-Thahawi).
Kita telah diajarkan untuk tidak berlemah-lembut kepada kelompok aliran
yang menyimpang dan menyesatkan, dan jika ingin mencari keutamaan, salah
satunya adalah berdakwah dengan menjelaskan penyimpangan ajaran
orang-orang yang telah membuat keyakinan baru agar orang-orang
mengetahuinya. Sesungguhnya setiap muslim harus memprioritaskan husnudhan (prasangka
baik) kepada sesama muslim, dan juga di dalam menyifati orang lain harus
adil. Akan tetapi, tidaklah semua keadaan disikapi demikian, ada
keadaan perkecualian, sebagaimana dicontohkan seperti kisah sebagai
berikut.
"Dikatakan kepada Nabi saw: "Ya Rasulullah, sesungguhnya fulanah
menegakkan salat lail, berpuasa di siang harinya, beramal dan bersedekah
(tetapi) ia menyakiti tetangganya dengan lisannya." Bersabda Rasulullah
saw., "Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka." Berkata
(perawi), "Sedangkan fulanah (yang lain) melakukan salat maktubah dan
bersedekah dengan benaja kecil (tetapi) dia tidak menyakiti seseorang
pun." Maka bersabda Rasulullah saw., "Dia termasuk ahli surga."
(Silsilah Hadits as-Shahihah, no. 190).
Dalam hal ini, kata-kata Nabi "Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk
ahli neraka" (padahal orang yang dikatakannya adalah orang yang rajin
mengerjakan syariat) adalah kata-kata yang berupa lontaran cerca.
Kemudian terhadap perbuatan orang yang kedua, Nabi saw. hanya menyebut
kebaikannya tanpa menyinggung kejelekannya.
Allah SWT juga mengisahkan Abu Lahab dan istrinya dengan lima ayat dalam
Alquran yang isinya kejelekan semuanya, padahal keduanya (sedikit atau
banyak) juga mempunyai kebaikan, bahkan Abu Lahab termasuk tokoh yang
dihormati dan disegani di kalangan kaum Quraisy.
Maka dalam membicarakan kebaikan dan keburukan orang atau golongan, ada
perkecualiannya. Adapun perkecualian itu secara garis besar dapat
dikategorikan menjadi dua keadaan.
DALAM RANGKA NASIHAT DAN PERINGATAN UMAT
Pada keadaan ini, ketika menyebutkan keburukan seseorang/golongan, tidak
ada keharusan untuk menyebutkan kebaikannya. Bahkan, yang demikian itu
cukup menyebutkan keburukannya saja, misalnya membicarakan ahli bidah.
Misalnya Ahmadiyah, LDII, dan yang sejenisnya, aliran yang banyak sekali
penyimpangannya, di antaranya mengada-adakan syariat dengan
mengharuskan setiap orang harus berbaiat kepada imam jamaahnya, jika
tidak, maka mereka menganggap kafir. Jadi, kita (dan Anda seluruhnya)
yang tidak ikut jamaah mereka dianggap kafir. Kita berlindung kepada
Allah dari tuduhan mereka, semoga mereka kembali dalam pemahaman yang
benar.
DALAM RANGKA MENJELASKAN ATAU MENGISAHKAN SESUATU
Dalam keadaan ini, menyebutkan kebaikan dan keburukan orang atau
golongan tertentu secara bersamaan diperbolehkan, selama tidak
menimbulkan madarat, misalnya saja menyebutkan sifat seorang perawi
hadits.
Adapun mengenai perincian ghibah (membicarakan kejelekan orang lain)
yang diperbolehkan, Imam Nawawi dalam kitab dan juz yang sama hlm.
142-143 mengatakan, "Akan tetapi ghibah itu diperbolehkan karena enam
sebab." Di antaranya, dua telah disebutkan di atas.
Allah SWT telah berfirman bahwa Dia-lah yang menjaga Alquran (agama ini)
sampai waktu yang dikehendaki-Nya. Allah menjaganya melalui hamba-hamba
yang beriman yang teguh di dalam mengikuti jejak dan ajaran Rasulullah
saw. Rasulullah saw telah menjamin akan adanya segolongan umat yang tetap
atas kebenaran hingga hari kiamat. Rasulullah saw. telah bersabda, "Akan
ada segolongan dari umatku yang tetap atas kebenaran sampai hari kiamat
dan mereka tetap atas kebenaran itu." (HR Imam Bukhari).
"Akan tetapi ada dari kalangan umatku sekelompok orang yang
terus-menerus menjelaskan dan menyampaikan kebenaran, sehingga orang
yang ingin menghinakan tidak akan mendatangkan mudarat bagi mereka
sampai datang putusan Allah (hari Kiamat)." (HR Imam Muslim). Umat
tersebut adalah umat yang telah disebut di atas, golongan yang masih
mengikuti sunah-sunah Rasulullah saw. Itulah umat yang akan selamat,
yaitu golongan Ahli Sunnah wal-Jamaah. Semoga kita termasuk ke dalamnya,
amin.
Kepada Saudara-Saudara sekalian, termasuk siapa saja yang masih merasa
bingung dan ragu karena telah mengikuti pengajian suatu aliran,
hendaknya janganlah langsung menerima dan meyakini doktrin-doktrin dari
aliran sempalan yang pemahamannya bersimpangan jauh dengan para ulama
yang lurus. Hati-hatilah dalam mengambil pemahaman ilmu-ilmu keagamaan.
Jangan sampai membawa ember untuk menimba air di selokan yang keruh dan
kotor. Lebih amannya, untuk mencari kebenaran atau menjaga akidah yang lurus
itu, hendaklah kita selalu berdoa dengan ikhlas mencari kebenaran yang
sejati. Allah Maha memberi petunjuk kepada hambanya. Tiada seorang pun
yang dapat menyesatkannya siapa yang Allah tunjuki jalan yang lurus.
Tiada pula yang dapat menunjukkan jalan yang lurus, siapa yang Allah
sesatkan jalannya. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan
petunjuk dan semoga kita termasuk orang yang ditunjukkan dan menempuh
jalan yang lurus dengan taufik dan hidayah-Nya,
amin............................
<<>>>
sumber;wiyyan
FAROBBI 554G
Selasa, 30 Juni 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar