Pengertian guru dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.
Menurut pengertian di atas, tugas utama seorang guru adalah mengajar,
yaitu membuat orang lain memahami sesuatu yang belum dipahami
sebelumnya. Namun, benarkah tugas seorang guru hanyalah sebatas
mengajar? Apakah hanya sebatas membuat seseorang dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak paham menjadi paham, dan tidak bisa menjadi bisa?
Dalam Bahasa Jawa, guru adalah akronim dari kata digugu dan ditiru. Digugu artinya menjadi tempat menimba ilmu atau tempat bertanya, sedangkan ditiru artinya diikuti seluruh tindak tanduknya. Ada pepatah klasik yang mengatakan bahwa kalau guru kencing berdiri, maka murid akan kencing berlari.
Hal ini secara tersirat mengandung makna betapa berpengaruhnya peran
seorang guru terhadap murid-muridnya. Tidak hanya menjadikan muridnya
tahu, bisa, dan paham. Tapi juga turut berperan mempengaruhi karakter
murid-muridnya berdasarkan apa yang ia contohkan dan ajarkan.
Selain
sebagai pengajar, sudah seharusnya guru juga menjadi seorang pendidik,
yang artinya menanamkan nilai-nilai budi pekerti dan akhlak yang baik.
Menjadi guru tidak saja bertanggungjawab terhadap permasalahan akademis,
namun juga pada perkembangan psikologis dan kepribadian siswanya.
Seorang pendidik sudah pasti bisa mengajar, namun seorang pengajar belum
tentu bisa mendidik. Seorang guru dituntut untuk dapat melakukan
keduanya; mengajar dan mendidik. Tentunya hal itu bukanlah perkara mudah
untuk dipraktikkan. Seringkali seorang guru terjebak pada sistem dan
kebiasaan sehingga lebih dominan berperan sebagai seorang pengajar dan
bukan pendidik.
Pengajar
dan pendidik sepertinya merupakan dua kata yang memiliki makna sama.
Sepintas memang terasa mirip, namun sebenarnya perbedaan antara keduanya
memiliki efek yang sangat besar. Pengajar yang berasal dari kata ajar dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya petunjuk kepada orang supaya diketahui (dituruti).
Dari sini dapat dipahami bahwa ajar; mengajar adalah suatu tindakan
untuk membuat orang lain mengerti, atau paham akan sesuatu. Sedangkan pendidik berasal dari kata dasar didik, dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Dalam
praktik kesehariannya juga dapat kita temui perbedaan kontras antara
pengajar dan pendidik. Guru yang bertipikal seorang pengajar pada
umumnya tidak disukai oleh para murid. Seringkali murid-muridnya
mengeluhkan metode belajar dan watak si guru tipe pengajar yang
cenderung galak atau masa bodoh. Dalam kesehariannya di kelas si guru
pengajar lebih sering mendiktekan buku di depan kelas, kaku, dan
seringkali memberikan efek traumatis bagi murid-muridnya. Suasana kelas
jadi membosankan dan siswa tak ubahnya sebagai robot yang digerakkan
oleh sistem dan guru sebagai pemegang kendalinya.
Lain
hal dengan guru bertipikal pendidik. Di samping perannya sebagai
pengajar, guru ini juga merasa bertanggungjawab kepada siswanya. Baik
itu secara akademis maupun psikologis. Tipe guru seperti ini yang
umumnya dicintai oleh siswa dan benar-benar dapat memberikan dampak
positif terhadap akhlak, dan budi pekerti siswa. Ia tegas namun tidak
keras. Melihat masalah dari dua sisi dan tidak terjebak pada label siswa
nakal dan siswa baik. Bertanya pada siswa saat ada masalah dan tidak
menasihati dengan menceramahi, namun lebih pada pendekatan-pendekatan
secara persuasif.
Seorang
Guru yang baik juga pandai mengatur jarak pada siswa, kapan mesti
menjadi guru dan kapan menjadi mitra belajar. Ia sadar bahwa rasa hormat
dari siswa didapat dengan konsistensi, pembuktian dan rasa saling
percaya. Guru pendidik tidak mudah mengancam, tapi jika mengancam ia
memberikan sangsi sesuai aturan dan kewajaran. Tak lain tujuannya agar
menimbulkan efek jera dan memberikan pelajaran kepada siswanya. Inilah
yang dinamakan ketegasan.
Jadi,
teruntuk para calon guru, sekarang sudah bukan zamannya lagi membaca
buku dan mendiktekannya di depan kelas. Bukan zamannya lagi memberikan tekanan
yang membuat peserta didik traumatis. Zaman sudah berubah, zaman
semakin maju dengan teknologi yang semakin berkembang setiap detiknya.
Di samping perkembangan teknologi yang sudah sedemikian pesat, para
peserta didiki juga perlu diberikan sesuatu yang dapat membuat mereka
tetap dalam koridor akhlak yang baik, dan tidak terjerumus kepada
hal-hal yang menyesatkan. Jadilah guru yang lengkap yaitu sebagai
pengajar sekaligus pendidik. Tujuan pendidikan nasional adalah
mencerdaskan bangsa, khususnya generasi berikutnya yang akan serta-merta
menggantikan kita di kemudian harisumber; kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar